Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Maksud dan isi Dekrit 5 Juli 1959. oleh Presiden

Maksud dan isi Dekrit 5 Juli 1959. oleh Presiden 

Dalam keterangan saya yang terdahulu telah saya jelaskan bahwa Manipol tidak dapat dipisahkan dari Dekrit 5 Juli 1959; dan malahan Manipol tanggal 17 Agustus 1959 itu adalah penjelasan resmi daripada Dekrit tersebut. Sekarang tentu timbul pertanyaan pada kita semua, apakah maksud dan isi Dekrit 5 Juli 1959 itu ?

Untuk dapat memahami Dekrit tersebut dalam keseluruhannya baik inti-sari serta jiwa semangatnya maupun dorongan-dorongan serta alasan-alasannya perlu sekali kita menengok sekedar kebelakang pada tahun-tahun 1956, 1957, 1958 dan permulaan tahun 1959.

Maksud dan isi Dekrit 5 Juli 1959. oleh Presiden

Sejak tahun 1956, sewaktu Presiden Sukarno melantik Kabinet Ali Sastroamijojo Ke-II, dan D.P.R. baru yang dibentuk atas hasil pemilihan umum tahun 1955, berkali-kali beliau menandaskan bahwa Revolusi kita telah memasuki taraf yang dinamakan taraf-sosial-ekonomis, yang menuntut dan menghendaki pembangunan secara besar-besaran dibidang masyarakat umumnya dan dibidang perekonomian rakyat khususnya.

Sejak tahun 1956 itulah dilahirkan oleh Presiden kita apa yang terkenal dengan nama periodisasi atau pembabakan daripada jalannya Revolusi kita sejak tahun 1945. Saudara-saudara para pendengar tentu banyak yang sudah paham kiranya apa yang saya maksud dengan teori periodisasi atau pembabakan ini.

Bagi yang belum mengetahuinya atau mungkin agak lupa ingin saya jelaskan bahwa menurut Presiden Sukarno setiap Revolusi didunia ini didalam bergerak kearah tujuannya masing-masing tidak dapat mencapainya dengan sekaligus, melainkan secara setahap demi setahap, setingkat demi setingkat.

Didalam kita menyelidiki tahap-tahap itu, atau tingkat-tingkat itu, maka selalu ada waktu atau suatu suatu tahun, dimana kita dapat berkata bahwa mulai itu dinamika Revolusi mulai meninggalkan tingkat yang lama untuk memasuki tingkat yang lebih tinggi.

Jika kalau kita pandai menggunakan analisa yang mendalam dan pandangan yang tajam maka kita akan dapat mengatakan dari setiap Revolusi didunia ini apa yang kita katakan diatas tadi ; yaitu pembagian dalam beberapa periode ; periodisasi atau pembabakan.

Demikianlah ahli sarjana politik dan sejarah telah mengadakan pembabakan dari Revolusi Kemerdekaan Amerika pada akhir abad-18; juga dari Revolusi kaum menengah di Perancis pada abad ke-18 dan permulaan abad ke-19; juga dengan Revolusi Rusia sejak tahun 1905, dengan puncaknya pada tahun 1917, Maret dan Oktober; pula dengan Revolusi Turki pada tahun 1908, sampai dengan timbulnya kepimpinannya Kemal Attaturk sehingga tahun-tahun 1923 dan seterusnya; akhirnya pula dapat diadakan pembabakan dengan Revolusi Tiongkok sejak tahun 1911 hingga sekarang.

Jadi, para pendengar sekalian tiap-tiap Revolusi ada babak-babaknya; juga dengan Revolusi kita, kita dapat mengadakan periodisasi atau pembabakan pula. Bagaimanakah pembagiannya periode-periode atau babak-babak Revolusi kita itu ?

Tahun 1945 sampai tahun 1950 dinamakan oleh Presiden Sukarno periode Revolusi physik, atau dalam bahasa Inggris ''physical Revolution'', yaitu dimana seluruh Rakyat kita dari Sabang sampai ke Merauke, dan dari semua lapisan, mati-matian bertempur melawan Tentara Jepang kemudian Tentara Inggris dan skhirnya dengan Tentara Belanda.

Setelah 5 tahun secara physik mengadakan Revolusi itu, maka datanglah periode tahun 1950 sampai dengan tahun 1955, dimana kita berusaha keras untuk menyembuhkan tubuh-bangsa kita daripada luka-luka yang kita derita akibat daripada pertempuran-pertempuran '45-'50 itu.

Periode ini kita namakan periode ''Survival'', artinya babak dimana kita menunjukkan vitalitet kita untuk hidup terus sebagai Bangsa. Tahun 1955 adalah ibarat tahun puncaknya Republik kita; sebab tidakkah pada tahun 1955 itu Indonesia menjadi sponsor penggerak dan tuan rumah daripada konperensi A-A di Bandung; dan bukankah pada tahun 1955 itu kita mengadakan pemilihan umum, secara tertib dan teratur diluar dugaan dan diluar harapan kekuatan-kekuatan reaksioner ?

Saudara-saudara sekalian, benar tahun 1955 itu adalah tahun yang memuncak, tapi pada tahun itulah pula kelihatan adanya gejala-gejala baru, gejala-gejala mana adalah pencerminan daripada tuntutan Rakyat kita dimana-mana untuk mengadakan pembangunan.

Apa arti pembangunan ? Pembangunan, didalam arti rekonstruksi dibidang materiil dan spirituil. Tuntutan-tuntutan itu yang didasari pula oleh kenyataan-kenyataan sosial-ekonomis dimana kita sebagai Bangsa menghadapi tambahan jumlah penduduk yang berjuta-juta banyaknya sedangkan penemuan dan pembukaan sumber penghidupan baru-baru tidak sepadan jumlah tambahannya dengan tambahan penduduk itu, memerlukan suatu rencana dan pimpinan yang tegas dan sadar.

Inilah yang dinamakan fase ''Sosial-ekonomis''. Revolusi kita mulai meninggalkan taraf perjuangan poloitik dan memasuki taraf baru, yakni keinginan dan dorongan masyarakat untuk meringankan sifat-agraris masyarakat kita dan masuk ke taraf mekanisasi pertanian, taraf intensifikasi dan taraf industrialisasi. Atau dengan lain perkataan, lapisan pimpinan daripada masyarakat kita mau tidak mau dihadapan kepada tuntutan-tuntutan baru oleh kekuatan-kekuatan yang ada didalam masyarakat dan didaerah-daerah.

Fase sosial-ekonomis ini yang menghendaki pembangunan masyarakat adil dan makmur harus melalui periode-persiapan atau ''investment-period''; untuk kemudian dengan lebih sempurna dapat memasuki periode-pembangunan. Jadi pembangunan menuntut jua persiapan-persiapan dalam segala bidang; bidang mental, modal dan kecakapan tehnik.

Untuk dapat menanggulangi segala tuntutan-tuntutan ini, Presiden Sukarno sejak tahun 1957 menghancurkan suatu perombakan-total, tidak hanya dalam alam pikiran kita tapi juga didalam sistim-politik, atau dengan lain perkataan dimana sistim-liberal mungkin masih dapat dibela dalam periode survival, tetapi didalam periode sosial-ekonomis sistim demokrasi-liberal tidak hanya merupakan suatu halangan tapi juga merupakan suatu bahaya bagi kelanjutan Revolusi kita.

Lahirlah diwaktu itu Gagasan Demokrasi Terpimpin yang dengan lahirnya istilah itu timbul pula dua pertanyaan yakni pertama : Siapakah yang memimpin ? atau dipimpin oleh idee apa ? Kedua : dipimpin kearah mana?

Jawaban atas pertanyaan pertama yakni siapakah yang menjadi tenaga pimpinan daripada Demokrasi Terpimpin itu yang tegas : bahwa yang memimpin bukanlah seseorang melainkan suatu cita-cita Revolusi kita, yang terkenal sebagai Dasar Negara kita, yakni Pancasila. Jadi yang memimpin ialah Pancasila.

Dan pertanyaan kedua, yang mengatakan dipimpin kearah mana, teranglah jawabannya : ialah dipimpin kearah pembangunan masyarakat yang adil dan makmur; atau dalam istilah modern yaitu masyarakat sosialis Indonesia.

Memang mungkin bagi banyak pihak-pihak apalagi yang sudah biasa hidup dalam alam-pikiran konkrit penegasan atas dua pertanyaan ini masih mengandung penjawaban yang samar-samar, karena masih terlalu umum sifatnya tetapi dalam sifat-umumnya itu kiranya terdapat pula kenyataan bahwa Demokrasi dalam alam Pancasila adalah tidak hanya demokrasi-politik tapi juga demokrasi-sosial dan demokrasi-ekonomi.

Pendengar-pendengar sekalian, saya tidak memperdalam dulu mengenai kata-kata ini. Tapi baiklah saya kemukakan disini, bahwa pada waktu permulaan dicetuskannya Gagasan Demokrasi Terpimpin itu dan permulaan persiapan-persiapan dan pelaksanaannya dengan melalui alat-alatnya yakni Dewan Nasional dan Kabinet Karya pada tahun 1957-1958, maka timbul suatu keperluan untuk memberikan suatu landasan hukum dan lebih tegas lagi suatu landasan konstitusionil bagi Gagasan Demokrasi Terpimpin itu.

Setelah berkali-kali ditinjau secara mendalam oleh Dewan Nasional dan Kabinet Karya, pula oleh Seminar Pancasila di Jogja dan lain-lain golongan didalam masyarakat maka dianggaplah bahwa U.U.D. '45 itu? Kebetulan sejak 10 Nopember 1956, juga berdasarkan hasil pemilihan umum tahun 1955, di Bandung telah bersidang Dewan Konstituante kita, yang jumlah anggotanya ialah dua kali jumlah anggota D.P.R. Majelis yang jumlah anggotanya sangat besar itu tidak dapat lekas mengambil sesuatu keputusan malahan telah terlihat gejala-gejala dimana suasana didalam gedung Konstituante mulai terlepas sama sekali daripada derasnya gerak masyarakat dan dinamika Revolusi.

Pada saat demikian itulah maka Presiden dan Pemerintah pada tanggal 22 April 1959 menganjurkan kepada Majelis Konstituante untuk kembali saja kepada UUD. '45. Saudara-saudara sekalian mengetahui bahwa anjuran ini tidak memperoleh keputusan dari Sidang Konstituante sehingga tidak adanya keputusan itu menimbulkan suatu keadaan ketata-negaraan yang membahayakan persatuan dan keselamatan Negara.

Ditambah pula fraksi-fraksi P.N.I., P.K.I, N.U., Gerakan Pembela Pancasila dll, lagi yang pro-anjuran Presiden dan Pemerintah untuk kembali ke U.U.D. '45, dan yang merupakan jumlah terbesar dari anggota-anggota Konstituante, tidak bersedia lagi untuk menghadiri sidang-sidang Konstituante, maka dengan begitu Konstituante tidak mungkin dapat bersidang kembali. 

Timbullah apa yang dikenal oleh ahli-ahli hukum suatu keadaan darurat, suatu nood-toestand; dan a.l. berperang kepada staatsnoodrecht maka pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden/Panglima Tertinggi mengambil keputusan.

Keputusan 5 Juli 1959 :

a. membubarkan Konstituante, dan
b. mendekritkan kembali U.U.D. Proklamasi dan Revolusi kita; tindakan mana adalah dimaksud untuk menyesuaikan pimpinan Negara dan Pemerintah kepada tuntutan dinamika Revolusi kita dalam taraf sosial-ekonomis itu.

Para pendengar sekalian, demikian untuk malam ini penjelasan saya sekitar Dekrit Presiden/Panglima Tertinggi 5 Juli tersebut. Masih banyak soal-soal lain yang bersangkutan dengan Dekrit tersebut, tapi sebaiknya akan saya jelaskan dalam kesempatan berikutnya.

Baca juga selanjutnya di bawah ini :

Post a Comment for "Maksud dan isi Dekrit 5 Juli 1959. oleh Presiden"