Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Penemuan revolusi kita (Soekarno)

Penemuan revolusi kita (Soekarno)Saudara-Saudara sekalian !

Hari ini adalah ''Hari 17 Agustus 1945''.
Empat belas tahun sesudah kita adakan Proklamasi.
Saya berdiri dihadapan saudara-saudara dan berbicara kepada saudara-saudara diseluruh tanah air, bahkan juga kepada saudara-saudara bangsa Indonesia yang berada di luar tanah air, untuk bersama-sama dengan saudara-saudara memperingati merayakan, mengagungkan, mengcamkan Proklamasi kita yang keramat itu.

Degan tegas saya katakan ''mengcamkan''. Sebab hari ulang tahun ke-empat belas daripada Proklamasi kita itu harus benar-benar membuka halaman baru dalam sejarah Revolusi kita, halaman baru dalam sejarah Perjuangan Nasional kita.

Penemuan revolusi kita (Soekarno)

1959 memnduduki tempat yang istimewa dalam sejarah Revolusi kita itu. Tempat yang unik ! Ada tahun yang saya namakan ''tahun ketentuan'', a year of decision. Ada tahun yang saya sebut ''tahun tantangan'', a year of challenge. Istimewa tahun yang lalu saya namakan ''tahun tantangan''.

Tetapi buat tahun 1959 saya beri sebutan lain. Tahun 1959 adalah tahun dalam mana kita sesudah pengalaman pahit hampir sepuluh tahun kembali kepada Undang-undang Dasar 1945, Undang-undang Dasar Revolusi. Tahun 1959 adalah tahun dalam mana kita kembali kepada jiwa Revolusi. Tahun 1959 adalah tahun penemuan kembali Revolusi. Tahun 1959 adalah tahun ''Rediscovery of our Revolution''.

Oleh karena itulah maka tahun 1959 menduduki tempat yang istimewa dalam sejarah Perjuangan Nasional kita satu tempat yang unik ! Sering kali telah saya jelaskan tentang tingkatan-tingkatan Revolusi kita ini. 1945-1950. Tingkatan physical Revolution. Dalam tingkatan ini kita merebut dan mempertahankan apa yang kita rebut itu, yaitu kekuasaan dari tangannya pihak imperialis kedalam tangan kita sendiri.

Kita merebut dan mempertahankan kekuasaan itu dengan segenap tenaga rohaniah dan jasmaniah yang ada pada kita dengan apinya kita punya jiwa dan dengan apinya kita punya bedil dan meriam. Angkasa Indonesia pada waktu itu adalah laksana angkasa kobong bumi Indonesia laksana bumi tersiram api. Oleh karena itu maka periode 1945-1950 adalah periode Revolusi phisik. Periode ini, periode merebut dan mempertahankan kekuasaan adalah periode Revolusi Politik.

1950-1955. Tingkatan ini saya namakan tingkatan ''survival''. Survival artinya tetap hidup, tidak mati. Lima tahun physical revolution tidak membuat kita rebah, lima tahun bertempur, menderita, berkorban badaniah, lapar, kejar-kejaran dengan maut, tidak membuat kita binasa. Badan penuh dengan luka-luka, tetapi kita tetap berdiri. Antara 1950-1955 kita sembuhkanlah luka-luka itu, kita sulami nama yang bolong, kita tutup nama yang jebol. Dan dalam tahun 1955 kita dapat berkata, bahwa tertebuslah segala penderitaan yang kita alami dalam periodenya Revolusi phisik.

1956. Mulai dengan tahun ini kita ingin memasuki satu periode baru. Kita ingin memasuki periodenya Revolusi sosial-ekonomis, untuk mencapai tujuan terakhir daripada Revolusi kita, yaitu satu masyarakat adil dan makmur, ''tatatentrem-kerta-raharja''. Tidaklah demikian, saudara-saudara ?

Kita berrevolusi, kita berjuang, kita berkorban, kita berdansa dengan maut, toh bukan hanya untuk menaikkan bendera Sang Merah Putih, bukan hanya untuk melepaskan Sang Garuda Indonesia terbang diangkasa,? ''kita bergerak'', demikian saya tuliskan dalam risalah ''Mencapai Indonesia Merdeka'' hampir tiga puluh tahun yang lalu, ''Kita  bergerak karena kesengsaraan kita, kita bergerak karena ingin hidup lebih layak dan sempurna.

Kita bergerak tidak karena ''ideaal'' saja, kita bergerak karena ingin cukup makan, ingin cukup pakaian, ingin cukup tanah, ingin cukup perumahan, ingin cukup pendidikan, ingin cukup meminum seni dan kultur, pendek kata kita bergerak karena ingin perbaikan nasib didalam segala bagian-bagiannya dan cabang-cabangnya.

Perbaikan nasib ini hanyalah bisa datang seratus persen bilamana masyarakat sudah tidak ada kapitalisme dan imperialisme. Sebab stelsel inilah yang sebagai kemladean tumbuh diatas tubuh kita, zat-zatnya masyarakat kita. Oleh karena itu maka pergerakan kita janganlah pergerakan yang kecil-kecilan. Pergerakan kita itu haruslah suatu pergerakan yang ingin merubah sama sekali sifatnya masyarakat.

Pendek kata, dari dulu mula tujuan kita ialah satu masyarakat yang adil dan makmur. Masyarakat yang demikian itu tidak jatuh begitu saja dari langit, laksana embun diwaktu malam. Masyarakat yang demikian itu harus kita perjuangkan, masyarakat yang demikian itu harus kita bangun.

Sejak tahun 1956 kita ingin memasuki alam pembangunan. Alam pembangunan semesta. Dan saudara-saudara telah sering mendengar dari mulut saya, bahwa untuk pembangunan Semesta itu kita harus mengadakan perbekalan-perbekalan dan peralatan-peralatan lebih dahulu, dalam bahasa asingnya mengadakan ''investment-investment'' lebih dahulu.

Sejak tahun 1956 mulailah periode investment. Dan sesudah periode investment itu selesai, mulailah periode pembangunan besar-besaran. Dan sesudah pembangunan besar-besaran itu mengalamilah kita Insya Allah subhanahu wa ta'ala alamnya masyarakat adil dan makmur, alamnya masyarakat ''murah sandang pangan'', ''subur kang sarwa tinandur, murah kang sarwa tinuku''.

Saudara-saudara ! Jika kita menengok kebelakang maka tampaklah dengan jelas bahwa dalam tingkatan Revolusi phisik, segala perbuatan kita dan segala tekad kita mempunyai dasar dan tujuan yang tegas jelas buat kita semua; melenyapkan kekuasaan Belanda dari bumi Indonesia, mengenyahkan bendera tiga warna dari bumi Indonesia.

Pada satu detik, jam sepuluh pagi, tanggal 17 Agustus, tahun 1945, Proklamasi diucapkan, tetapi lima tahun lamanya Jiwa Proklamasi itu tetap berkobar-kobar, tetap berapi-api, tetap murni menjiwai segenap fikiran dan rasa kita, tetap murni menghikmati segenap tindak-tanduk kita, tetap murni mewahyui segenap keikhlasan dan kerelaan kita untuk menderita dan berkorban.

Undang-undang Dasar 1945, Undang-undang Dasar Proklamasi, benar-benar ternyata Undang-undang Dasar Perjuangan, benar-benar ternyata satu pelopor daripada alat perjuangan ! Dengan Jiwa Proklamasi dan dengan Undang-undang Dasar Proklamasi itu, perjuangan berjalan pesat, malah perjuangan berjalan laksana lawine yang makin lama makin gemuruh dan tak tertahan, menyapu bersih segala penghalang !

Pada hal lihat ! Alat-alat yang berupa perbendaan (materiil) pada waktu itu serba kurang, serba sederhana, serba dibawah minimum ! Keuangan tambal sulam, Angkatan Perang compang-camping, kekuasaan politik jatuh bangun, daerah defakto Republik Indonesia kadang-kadang seperti selebar payung.

Tetapi Jiwa Proklamasi dan Undang-undang Dasar Proklamasi mengikat dan membakar semangat seluruh bangsa Indonesia dari Sabang sampai Merauke ! Itulah sebabnya kita pada waktu itu akhirnya menang. Itulah sebabnya kita pada waktu itu akhirnya berhasil pengakuan kedaulatan, bukan souvereiniteits-overdracht tetapi souvereiniteits-erkenning, pada tanggal 27 Desember 1949. Demikianlah gilang-gemilangnya periode Revolusi phisik.

Dalam periode yang kemudian yaitu dalam periode survival, sejak 1950, maka modal perjuangan dalam arti perbendaan (materiil) agak lebih besar daripada sebelumnya. Keuangan kita lebih longgar, Angkatan Perang kita tidak compang-camping lagi; kekuasaan politik kita diakui oleh sebagian besar dunia internasional; kekuasaan de fakto kita melebar sampai daerah dimuka pintu gerbang Irian Barat. Tetapi dalam arti modal mental, maka modal perjuangan kita itu mengalami satu kemunduran. Apa sebabnya ?

Pertama oleh karena jiwa, sesudah berakhirnya sesuatu perjuangan phisik, selalu mengalami satu kekendoran; Kedua oleh karena pengakuan kedaulatan itu kita beli dengan berbagai macam kompromis. Kompromis tidak hanya dalam arti penebusan dengan kekayaan materiil, tetapi lebih jahat daripada itu ; kompromis dalam arti mengorbankan Jiwa Revolusi, dengan segala akibat daripada itu :

Dengan Belanda, melalui K.M.B. kita harus mencairkan jiwa revolusi kita; di Indonesia sendiri, kita harus berkompromis dengan golongan-golongan yang non-revolusioner : golongan-golongan blandis, golongan-golongan reformis, golongan-golongan konservatif, golongan-golongan kontra-revolusioner, golongan-golongan bunglon dan cecunguk. Sampai-sampai kita dalam mengorbankan jiwa revolusi ini meninggalkan Undang-undang Dasar 1945 sebagai alat perjuangan.

Saya tidak mencela K.M.B. sebagai taktik perjuangan. Saya dulu mengguratkan apa yang saya namakan ''tracee baru'' untuk memperoleh pengakuan kedaulatan. Tetapi saya tidak menyetujui orang yang tidak menyadari adanya bahaya-bahaya penghalang Revolusi yang timbul sebagai akibat daripada kompromis K.M.B. itu.

Apalagi orang yang tidak menyadari bahwa K.M.B. adalah satu kompromis ! Orang-orang yang demikian itu adalah orang-orang yang pernah saya namakan orang-orang possibilis, orang-orang yang pada hakekatnya tidak dinamis-revolusioner, bahkan mungkin kontra-revolusioner.

Orang-orang yang demikian itu sedikitnya adalah orang-orang yang beku, orang-orang yang tidak mengerti maknanya ''taktik'' orang-orang yang mencampur-bawurkan taktik dan tujuan orang-orang yang jiwanya ''mandek''.

Orang-orang yang demikian itulah, disamping sebab-sebab lain meracuni jiwa bangsa Indonesia sejak 1950 dengan racunnya reformisme. Merekalah yang menjadi salah satu sebab kemunduran modal mental daripada Revolusi kita sejak 1950, meskipun dilapangan peralatan materiil kita mengalami sedikit kemajuan. Kalau tergantung daripada mereka kita sekarang masih hidup dalam alam K.M.B. Masih hidup dalam Uni Indonesia-Belanda ! Masih hidup dalam alam supremasi modal Belanda.

Mereka berkata, bahwa kita harus selalu tunduk kepada perjanjian internasional. Satu kali kita setuju sesuatu perjanjian internasional sampai lebur kiamat kita tidak boleh menyimpang daripanya ! Mereka brkata, bahwa kita tidak boleh merubah negara federal a'la van Mook, tidak boleh menghapuskan Uni, oleh karena itu kita telah menandatangani perjanjian K.M.B. ''Setia kepada aksara setia kepada aksara !'', demikianlah wijsheid yang mereka keramatkan.

Nyatalah mereka sama sekali tidak mengerti apa yang dinamakan Revolusi. Nyatalah mereka tidak mengerti bahwa Revolusi justru mengingkari aksara ! Dan nyatalah mereka tidak mengerti oleh karena itu mereka memang tidak ahli revolusi bahwa modal pokok bagi tiap-tiap revolusi nasional menentang imperialisme-kolonialisme ialah Konsentrasi kekuatan nasional dan bukan pepecahan kekuatan nasional.

Meskipun kita menyetujui pemberian otonomi daerah seluas-luasnya sesuai dengan motto kita Bhinika Tunggal Ika, maka federalisme a'la van Mook harus kita tidak setiai harus kita kikis habis selekas-lekasnya oleh karena federalisme a'la van Mook itu adalah pada hakekatnya alat pemecah-belah kekuatan nasional.

Jahatnya politik pemecah-belahan ini ternyata sekali sejak tahun 1950 itu dan mencapai klimaksnya dalam pemberontakan P.R.R.I. Permesta dua tahun yang lalu dan oleh karenanya harus kita gempur hancur habis-habisan, sampai hilang-lenyap P.R.R.I. Permesta itu sama sekali.

Ya, sekali lagi : Persetujuan internasional tidak berarti satu barang yang langgeng dan abadi. Ia harus memberi kemungkinan untuk setiap waktu menghadapi revisi. Apalagi jika persetujuan itu mengandung unsur-unsur yang bertentangan dengan keadilan manusia, dilapangan politikkah, dilapangan ekonomikah, dilapangan militerkah, maka wajib persetujuan tersebut direvisi pada waktu perimbangan kekuatan berubah.

Misalnya penjajahan terhadap bangsa lain meskipun tadinya ia disetujui dalam sesuatu perjanjian internasional sekalipun tak dapat diterima sebagai suatu hukum yang mutlak dan abadi yang harus dibenarkan terus-menerus sampai keakhir zaman. Tidak ! ia harus dicela setajam-tajamnya, ditentang mati-matian, ditiadakan selekas mungkin. Tidak boleh kita membiarkan langeng dan abadi sesuatu hukum yang berdasarkan penguasaan silemah dan sikuat.

Saudara-saudara, saya masih dalam membicarakan periode survival. Selama kita masih dalam periode survival ini, maka segala kompromis dan reformisme yang saya sebutkan tadi tidak begitu disadari akan akibatnya. Ya mungkin terasa kadang-kadang, bahwa jalannya pertumbuhan agak serat, tetapi keseratan ini makin lama makin diartikan sebagai satu kekurangan atau cacat yang memang melekat kepada bangsa Indonesia sendiri, satu kekurangan atau cacat yang memang ''inhaerent'' kepada bangsa Indonesia sendiri, bukan sebagai akibat daripada sesuatu kompromis, atau akibat sesuatu reformisme, atau akibat sesuatu possibilisme, pendek kata bukan sebagai akibat pengorbanan jiwa Revolusi.

Segala kemacetan dan keseratan di ''verklaar'' dengan kata ''memang kita ini belum cukup matang, memang kita ini masih sedikit Inlander''. Sinisme lantas timbul ! Kepercayaan kepada kemampuan bangsa sendiri goyang. Jiwa inlander yang memandang rendah kepada bangsa sendiri dan memandang agung kepada bangsa asing muncul disana-sini terutama sekali dikalangan kaum intellektuail. Padahal semuanya sebenarnya adalah akibat daripada kompromis.

Masuk kita kedalam periode investment. Didalam periode inilah, periode voorbereidingnya revolusi sosial-ekonomis makin tampaklah akibat-akibat jelek daripada kompromis 1949 itu. Terasalah oleh seluruh masyarakat kecuali masyarakatnya orang-orang pemakan nangka tanpa terkena getahnya nangka, masyarakatnya orang-orang yang ''arrisves'', masyarakatnya sipemimpin mobil sedan dan sipemimpin penggaruk lisensi, terasalah oleh seluruh Rakyat bahwa jiwa, dasar, dan tujuan Revolusi yang kita mulai dalam tahun 1945 itu kini dihinggapi oleh penyakit-penyakit dan dualisme-dualisme yang berbahaya sekali.

Dimana jiwa Revolusi itu sekarang ? Jiwa Revolusi sudah menjadi hampir padam, sudah menjadi dingin tak ada apinya. Dimana dasar Revolusi itu sekarang ? Dasar Revolusi itu sekarang tidak karuan dimana letaknya, oleh karena masing-masing partai menaruhkan dasarnya sendiri, sehingga dasar Pancasila pun sudah ada yang meninggalkan.

Dimana tujuan Revolusi itu sekarang ? Tujuan Revolusi, yaitu masyarakat yang adil dan makmur, kini oleh orang-orang yang bukan putera revolusi diganti dengan politik liberal dan ekonomi liberal. Diganti dengan politik liberal dimana suara rakyat bayak dieksploatir, dicatut, dikorrup oleh berbagai golongan. Diganti dengan ekonomi liberal dimana berbagai golongan menggaruk kekayaan hantam-kromo, dengan mengorbankan kepentingan rakyat.

Segala penyakit dan dualisme itu tampak menonjol terang jelas dalam periode investment itu ! Terutama sekali penyakit dan dualisme empat rupa yang sudah saya sinyalir beberapa kali : dualisme antara Pemerintah dan pimpinan Revolusi; dualisme dalam outlook kemasyarakatan : masyarakat adil dan makmurkah, atau masyarakat kapitaliskah?; dualisme ''Revolusi sudah selesaikah'' atau ''Revolusi belum selesaikah?''; dualisme dalam demokrasi, demokrasi untuk Rakyatkah, atau Rakyat untuk demokrasi ?

Dan sebagai saya katakan, segala kegagalan-kegagalan segala keseratan-keseratan, segala kemacetan-kemacetan dalam usaha-usaha kita yang kita alami dalam periode survival dan investment itu, tidak semata-mata disebabkan oleh kekurangan-kekurangan atau ketololan-ketololan yang inhaerent melekat kepada bangsa Indonesia sendiri, tidak disebabkan oleh karena bangsa Indonesia memang bangsa yang tolol, atau bangsa yang bodoh, atau bangsa yang tidak mampu apa-apa, tidak ! segala kegagalan, keseratan, kemacetan itu pada pokoknya adalah disebabkan oleh karena kita sengaja atau tidak sengaja sedar atau tidak sedar telah menyeleweng dari Jiwa dari Dasar, dan dari Tujuan Revolusi.

Kita telah menjalankan kompromis dan kompromis itu telah menggerogoti kita punya jiwa sendiri ! Insyafilah hal ini, sebab, itulah langkah pertama untuk menyehatkan perjuangan kita ini. Dan kalau kita sudah insyaf, marilah kita sebagai sudah saya anjurkan, memikirkan mencari jalan keluar, memikirkan mencari way-out, think and re-think, make and re-make, shape and re-shape.

Buanglah apa yang salah, bentuklah apa yang harus! Beranilah membuang apa yang harus dibuang, beranilah membentuk apa yang harus dibentuk ! Beranilah membongkar segala alat-alat yang tak tepat, alat-alat materiil dan alat-alat mental, beranilah membangun alat-alat yang baru untuk meneruskan perjuangan diatas rel Revolusi. Beranilah mengadakan ''retooling for the future''. Pendek kata beranilah meninggalkan alam perjuangan secara sekarang dan beranilah kembali sama-sekali kepada Jiwa Revolusi 1945.

Dihadapan Konstituante dalam tahun 1956, tatkala saya membuka sidang pertama Konstituante itu, sudah saya mulai memberikan peringatan kearah itu. Dengan jelas saya katakan kepada Konstituante pada waktu itu : ''Buatlah Undang-undang Dasar yang cocok dengan Jiwa Proklamasi, buatlah Undang-undang Dasar yang cocok dengan Jiwa Revolusi''.

Pada Konstituante itu pada hakekatnya saya meminta satu ketegasan, satu keberanian, satu kemampuan-fantasi. Satu keberanian dan kemampuan fantasi untuk meninggalkan samasekali alam-fikiran yang lama, memasuki samasekali satu alam-fikiran yang baru. Satu keberanian dan kemampuan-fantasi yang revolusioner.

Sebab seluruh Rakyat merasa bahwa Undang-undang Dasar 1950 menekan jiwa Revolusi, menghambat-mengendorkan jalannya arus Revolusi, mematikan cara berfikir revolusioner, memberi bumi subur kepada tumbuhnya segala macam aliran konvensionil dan konservatif.

Padahal, dengan tandas saya peringatkan kepada Konstituante, bahwa ''The constitution is made for men, and not men for the Constitution'', Konstitusi dibuat untuk mengabdi kepada manusia dan tidak manusia dibuat untuk mengabdi Konstitusi.

Saya tadinya benar-benar mengharap yang Konstituante mampu menyelesaikan soal ini. Dan tadinya benar-benar saya bermaksud memberikan satu tempat yang luhur agung kepada Konstituante dalam Sejarahnya Revolusi kita ini. Satu tempat luhur agung dimana Konstituante ternyata menjadi penyelamat Revolusi.

Tetapi apa kenyataannya ? Konstituante ternyata tak mampu menyelesaikan soal yang dihadapinya, Konstituante ternyata tak mampu menjadi penyelamat Revolusi. Maka karena kegagalan Konstituante itu, demi kepentingan Nusa dan Bangsa, demi keselamatan Revolusi, saya pada tanggal 5 Juli yang lalu mengeluarkan Dekrit yang berbunyi :

Dengan Rachmat Tuhan Yang Maha Esa.
Kami Presiden Republik Indonesia/Panglima Tertinggi Angkatan Perang,

Dengan ini menyatakan dengan khidmat :
Bahwa anjuran Presiden dan Pemerintah untuk kembali kepada Undang-undang Dasar 1945, yang disampaikan kepada segenap Rakyat Indonesia dengan Amanat Presiden pada tanggal 22 April 1959 tidak memperoleh keputusan dari Konstituante sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang Dasar sementara;

Bahwa berhubung dengan pernyataan sebagian terbesar Anggota-anggota Sidang Pembuat Undang-undang Dasar untuk tidak menghadiri lagi sidang, Konstituante tidak mungkin lagi menyelesaikan tugas yang dipercayakan oleh Rakyat kepadanya;

Bahwa hal yang demikian menimbulkan keadaan ketatanegaraan yang membahayakan persatuan dan keselamatan Negara, Nusa dan Bangsa, serta merintangi pembangunan semesta untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur;

Bahwa dengan dukungan bagian terbesar Rakyat Indonesia dan didorong oleh keyakinan kami sendiri, kami terpaksa menempuh satu-satunya jalan untuk menyelamatkan Negara Proklamasi;

Bahwa kami berkenyakinan bahwa Piagam Jakarta tertanggal 22 Juli 1945 menjiwai Undang-undang Dasar 1945 dan adalah merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan Konstitusi tersebut;

Maka atas dasar-dasar tersebut diatas,
Kami Presiden Republik Indonesia/Panglima Tertinggi Angkatan Perang,

Menetapkan pembubaran Konstituante;
Menetapkan Undang-undang Dasar 1945 berlaku lagi bagi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia terhitung mulai tanggal penetapan Dekrit ini, dan tidak berlakunya lagi Undang-undang Dasar Sementara.

Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara, yang terdiri atas Anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan, serta pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara, akan diselenggarakan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 5 Juli 1959. Atas nama Rakyat Indonesia : Presiden Republik Indonesia/Panglima Tertinggi Angkatan Perang. SOEKARNO.

Ia, saudara-saudara !, melalui ''tahun ketentuan'' (year of decision), melalui ''tahun tantangan'' (year of challenge), kita sekarang tiba kembali kepada dasar perjuangan kita yang asli. Kita sekarang telah ''menemukan kembali Revolusi kita'', kita sekarang telah tiba kepada ''rediscovery of our Revolution''.

Apa artinya ini? Apakah ini berarti semata-mata pergantian Undang-undang Dasar 1950 dengan Undang-undang Dasar 1945 ? Tidak ! Apakah ini berarti semata-mata supaya kita ''naik semangat'' atau ''naik tekad''? Tidak! Apakah ini berarti semata-mata bahwa kita mencari perfeksi-teknis dan effisiensi-teknis dalam pekerjaan dan usaha kita ? Tidak!

Sekali lagi tidak ! Kita tidak sekedar mencari perubahan atau perbaikan lahir kita tidak sekedar mencari ''naiknya semangat''. Perubahan lahir setiap waktu bisa luntur, dan semangatpun setiap waktu bisa luntur ! Kita mencari perubahan yang lebih dalam daripada itu ! Kita mencari kesadaran yang sedalam-dalamnya, kesadaran yang masuk tulang, masuk sungsum, masuk fikiran, masuk rasa, masuk roh, masuk jiwa, bahwa kita tadinya telah nyeleweng dari dasar dan tujuan perjuangan kita.

Kita mencari kesadaran yang sedalam-dalamnya, bahwa sifat-hakekat Revolusi kita ini tidak bisa lain, tidak bisa lain, daripada dasar dan tujuan yang kita proklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945! Perubahan-perubahan batin, kesadaran tentang penyelewengan ini dengan sendirinya nanti akan membawa perubahan-perubahan dan perbaikan-perbaikan dialam lahir.

Sekarang hai Bangsa Indonesia, bangkitlah kembali ! Bangkitlah kembali dengan Jiwa Proklamasi didalam kalbu ! Tinggalkan alam yang lampau ! Tetapi jangan mengeluh ! Keluh adalah tanda kelemahan jiwa. Ya, alam yang lampau memang salah. Alam yang lampau itu kini kita rasakan seperti satu pembuangan waktu sepuluh tahun lamanya. Tetapi jangan mengeluh ! Berbesarlah hati bahwa kita sekarang ini sadar, dan berjalanlah terus.

Jika kalau kita mempelajari revolusi-revolusi bangsa lain, maka selalu kita melihat penyelewengan-penyelewengan. Ada yang penyelewengannya sementara, ada yang penyelewengannya terus-menerus. Penyelewengan sementara kemudian dikoreksi, tetapi penyelewengan terus-menerus menyebabkan dekadensi.

Penyelewengan terus-menerus inilah yang berbahaya. Ia kadang-kadang membuat revolusi itu kandas dan mati samasekali atau ia menumbuhkan dekadensi yang berpuluh-puluh tahun lamanya, dan ini menyebabkan mengamuknya suatu Revolusi baru. Revolusi Perancis pada hakekatnya kandas dan mati oleh penyelewengan terus-menerus, Revolusi Sun Yat Sen diselewengkan terus-menerus oleh Kuo Min Tang menjadi satu kontra-revolusi.

Bagaimana dengan penyelewengan kita ? Kita sangat bersyukur kepada Tuhan, bahwa penyelewengan kita itu belum sampai menjelma sebagai satu dekadensi. Tepat pada waktunya, kita terperanjat sadar, dan kita mengadakan koreksi. Tepat pada waktunya, kita menjalankan think and re-think, dan kita melihat penyelewengan itu, dan kita bongkar penyelewengan itu, dan kita banting stir kembali ke jalan yang benar.

Tepat pada waktunya rakyat belaka memukul canang. Tepat pada waktunya, si Marhaen dan si Sarinah, si Dadap dan si Waru, berteriak : ''Hai pemimpin ! Engkau nyeleweng ! Engkau nyeleweng !'' Memang sebagai saya katakan tempo hari kesadaran sosial dan kesadaran politik Rakyat Indonesia, jika kalau dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain, boleh dibanggakan.

Sociaal-bewustzijn-nya dan politik-bewustzijnnya adalah tidak kalah dengan banyak bangsa-bangsa lain. Dan memang Revolusi kita adalah satu Revolusi Rakyat. Revolusi kita bukan satu Revolusi Istana, bukan satu ''palace-revolution'', bukan satu revolusi yang oleh seorang penulis bangsa asing dinamakan satu ''revolution which is the prelude of the pre-revolutionary days''.

Peringatan ini baik sekali didengarkan oleh orang-orang yang menyebutkan dirinya pemimpin. Kalau mereka memimpin, maka ketahuilah, bahwa yang mereka pimpin itu bukan satu rombongan kambing atau satu rombongan bebek atau satu rombongan tujul, tetapi satu Rakyat yang kesedaran-sosialnya dan kesedaran-politiknya telah tinggi.

Berkat kesedaran-sosial dan kesedaran-politik Rakyat kita itulah maka penyelewengan kita tidak berlangsung amat lama. Dua-tiga tahun saja sesudah kita merasakan bahwa pertumbuhan atau kemajuan kurang lancar, Rakyat jelata telah memukul canang !

Dua-tiga tahun saja kemacetan, maka kita segera mampu menemukan sebab-sebab dan akar-akar daripada kemacetan itu, dan kita bongkar sebab-sebab dan akar-akar itu, dan kita adakan koreksi-koreksi seperlunya, juga koreksi-koreksi yang radikal dan fundamentil.

Karena itu, jangan mengeluh ! Tetaplah berjalan terus tanpa mandek, tanpa ragu-ragu, siatas relnya Revolusi kita yang asli. Jangan ada diantara kita yang meragu-ragukan kebenaran relnya Revolusi kita itu. Jangan ada diantara kita yang berkata, bahwa dasar dan tujuan Revolusi kita toh boleh juga beubah?

Ada memang orang peragu, ada memang orang defaitis, yang menyebutkan dirinya ''ahli falsafah'', yang dengan dahlil bahwa tidak ada barang sesuatu yang langgeng dan tak berubah, ''tanpa rel'' dahlil mereka,menanya apakah dasar dan tujuan Revolusi kita ini tidak boleh juga dan tidak bisa juga berubah?

Apakah keadilan sosial tidak boleh ditawar-tawar lagi ? Apakah perjuangan anti kolonialisme tidak boleh dimodulir lagi ? Apakah hal yang kita niatkan pada tanggal 17 Agustus 1945 itu tidak boleh diamendir lagi ? Pertanyaan-pertanyaan yang demikian inipun satu penyelewengan ! Bahkan satu penyelewengan yang sangat serius, akibat daripada satu jiwa kompromis.

Dalam perikehidupan kemanusiaan di dunia ini adalah beberapa kebenaran, beberapa waarheden yang langgeng dan tak berubah. Waarheden yang demikian itu tak boleh ditawar atau dimodulir atau diamendir, tanpa merubah ia dari waarheid menjadi satu kepalsuan. Ia tak boleh ditinggalkan tanpa membuat menusia menjadi makhluk yang kehilangan kemudian.

Ambillah misalnya pokok-isi ''Declaration of Independence'' Amerika, dan Manifes Komunis, dua dokumen yang menurut Bertrand Russel telah membagi dunia manusia ini menjadi dua golongan yang terpisah satu sama lain. Baik Declaration of Independence, maupun Manifes Komunis, kedua-duanya berisi beberapa kebenaran (waarheden) yang tetap benar, tetapi laku, tetap valid selama-lamanya.

Siapa, kalau benar-benar ia manusia dan bukan makhluk tanpa arah, berani mencoba mengamendir kebenarannya kalimat dalam Declaration of Independence, bahwa ''semua manusia dilahirkan sama, dan bahwa tiap-tiap manusia itu diberi oleh Tuhan beberapa hak yang tak dapat dirampas yaitu hak hidup, hak kebebasan, dan hak mengejar kebahagiaan'', ''That all men are created equal, that they are endowed by their Creator with certain unalienable rights, that among these are life, liberty, and the pursuit of happiness''?

Siapa, kalau benar-benar ia Manusia dan bukan makhluk tanpa arah, berani membantah kebenarannya benang-merah dalam Manifes Komunis, bahwa sebagian besar dari ummat manusia ini ditindas, di ''onderdrukt'' dan di'' uitgebuit'' oleh sebagian yang lain, sehingga akhirnya ''kaum proletar tak akan kehilangan barang lain daripada rantai-belenggunya sendiri. Mereka sebaiknya akan memperoleh satu dunia baru. Hai Proletar seluruh dunia bersatulah''?

Kalimat-kalimat atau inti-sari fikiran yang demikian itu mengandung kebenaran-kebenaran yang tak boleh diragu-ragukan atau diamendir. Dasar jiwanya ialah Budi Kemanusiaan, Hati-Nurani Kemanusiaan, Het Geweten van den mens, The Conscience of Man.

Dasar jiwanya mengenai wilayah seluruh perhubungan antara manusia dengan manusia. Ia bukan piagam yang hanya mengenai satu bangsa saja, seperti misalnya Magna Chartanya orang Inggris. Ia bukan fakta antara beberapa negara yang berkuasa saja, seperti misalnya Atlantic Charter.

Ia bukan satu dasar untuk menyusun sesuatu Pax daripada sesuatu negara, seperti Pax Britannica, atau Pax Romana, atau Pax Americana, atau Pax Sovietica, tidak !, ia adalah satu dasar untuk menyusun Pax yang meliputi seluruh Kemanusiaan, yaitu Pax Humanica, Paxnya seluruh makhluk manusia yang mendiami bumi ini.

Di Washington tiga tahun yang lalu saya menganjurkan Pax Humanica atas dasar Declaration of Independence itu, di Moskow saya dasarkan Pax Humanica atas beberapa kalimat Manifesto Komunis. Manusia itu dimana-mana sama. Kemanusiaan adalah satu.

''Mankind is one'', demikianlah saya katakan dimana-mana pada waktu saya melanglang buana, di Barat atau di Timur, di Utara atau di Selatan, didepan penjuru daripada dunia. Budi Kemanusiaan, Hati-Nurani Kemanusiaan, the Social Conscience of Man, menyerapi jiwa semua makhluk manusia diseluruh muka bumi. Dan Social Conscience ini tak berubah-ubah, tak mau diamendir, tak mau dimoduyir.

Dasar dan tujuan Revolusi Indonesia adalah kongruen dengan Social Conscience of Man itu ! Keadilan sosial, Kemerdekaan individu, kemerdekaan bangsa, dan lain sebagainya itu, adalah pengeja wantahan daripada Social Conscience of Man itu. Keadilan sosial dan kemerdekaan adalah tuntutan budi-nurani yang universil. Karena itu, janganlah ada diantara kita yang mau mengamendir atau memodulir dasar dan tujuan Revolusi kita itu!

Saya telah mengunjungi sebagian besar dari dunia ini. Sebelumnya itu, sudah lama saya berkeyakinan, bahwa kesedaran sosial (social consciousness) daripada rakyat-rakyat dimuka bumi ini adalah sama, dimanapun mereka berada. Dan keyakinan saya ini diperdalam oleh apa yang saya lihat dalam perjalanan-perjalanan saya keluar negeri itu, antara lain kenegara-negara di Latin Amerika. Apa yang saya lihat ?

Rakyat dimana-mana dibawah kolong langit ini, tidak mau ditindas oleh bangsa lain, tidak mau dieksploatir oleh golongan-golongan apapun, meskipun golongan itu adalah dari bangsanya sendiri. Rakyat dimana-mana dibawah kolong langit ini menuntut kebebasan dari kemiskinan dan kebebasan dari rasa takut, baik yang karena ancaman di dalam negeri, maupun yang karena ancaman dari luar negeri.

Rakyat dimana-mana di bawah kolong langit ini menuntut kebebasan untuk menggerakkan secara konstruktif ia punya aktivitet-sosial, untuk mempertinggi kebahagiaan individu dan kebahagiaan masyarakat. Rakyat dimana-mana di bawah kolong langit ini menuntut kebebasan untuk mengeluarkan pendapat yaitu menuntut hak-hak yang lazimnya dinamakan demokrasi.

Itulah keyakinan saya dari dulu dan itulah pula yang saya lihat dimana-mana. Tuntutan-tuntutan ini keluarnya seperti meledak dalam abad keduapuluh, tetapi sebenarnya ia telah terkandung berabad-abad dalam kalbu oleh karena tuntutan-tuntutan itu pada hakekatnya adalah tak lain tak bukan pengeja wantahan daripada ''Budi-Nurani Kemanusiaan'', pengeja wantahan daripada ''Conscience of man''.

Berabad-abad ia terbenam latent. Berabad-abad ia ''mulek'' dalam budii-pekerti manusia, seperti api  didalam sekam. Akhirnya ia meledak, akhirnya ia meledak secara Revolusioner, akhirya ia meledak secara historis-revolusioner. Sekaligus ia muntah-keluar sebagai tuntutan yang simultan.

Tak dapat lagi ia dijalani secara liter-perliter, atau dipenuhi secara kilo-perkilo. Tak dapat lagi ia diladeni dengan cara-cara yang reformistis, tak dapat lagi ia ditanggulangi secara ''peace-meal''. Tuntutan-tuntutan simultan yang mbludak keluar secara historis-revolusioner itu harus dijalani dengan cara-cara yang juga mbludak revolusioner.

Tuntutan-tuntutan Rakyat Indonesia adalah demikian jugalah ! Tuntutan-tuntutan mengenai keadilan sosial tuntutan kemerdekaan dan kebebasan, tuntutan demokrasi, dan lain-lain sebagainya itu, telah mbludak keluar secara revolusioner dalam masa generasi kita sesudah mulek berpuluh-puluh tahun dalam kalbu kita laksana api dalam sekam, dan tuntutan-tuntutan Rakyat Indonesia inipun harus dijalani secara mbludak revolusioner.

Tidak mungkin lagi ia dijalani liter perliter, tidak mungkin lagi kilo per kilo. Tidak mungkin secara reformis, tidak mungkin secara peace-meal. Tidak mungkin secara kompromis. Dan untuk menjalani secara mbludak revolusioner tuntutan-tuntutan itu, kita sendiri harus berjiwa revolusioner. Itulah pula salah satu sebab kita kembali kepada Undang-undang Dasar Proklamasi.

Sekarang, sesudah kita memasuki lagi Jiwa Revolusi, dengan Undang-undang Dasar 1945 sebagai dasar ketatanegaraan apakah selanjutnya yang akan kita hadapi apakah selanjutnya yang harus kita perbuat? Sebelum menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut marilah kita mengadakan stock-opname lebih dahulu daripada modal-nasional kita pada ini waktu, yang dapat kita pakai sebagai bahan dan alat perjuangan.

Apa yang kini kita miliki?

Pertama. Undang-undang Dasar 1945 dan Jiwa Revolusi 1945. Jiwa ini tidak lahir kembali begitu saja dengan Dekrit 5 Juli tetapi masih harus kita pupuk terus dan kita perkembangkan, terus kita kobar-kobarkan terus dan kita gempa-gelorakan terus, terutama sekali dengan intensifikasi jiwa berkorban, baik mental maupun meteriil.

Kedua. Hasil daripada segala pikiran dan keringat Rakyat sejak 1945 hingga sekarang yang berupa hasil-hasil materiil, maupun yang berupa tenaga-tenaga baru, kader-kader baru, dan lain sebagainya dalam segala lapangan.

Ketiga. Makin bertumbuhnya kekuatan ekonomi yang menjadi milik nasional atau dibawah pengawasan nasional, yang pada ini waktu sudah meliputi kurang-lebih 70% daripada seluruh kekuatan yang berada di Indonesia.

Keempat. Angkatan Perang yang makin lama makin kuat, administrasi pemerintahan yang makin lama makin baik.

Kelima. Wilayah kekusaan Republik Indonesia yang kompak unitaristis dan amat luas, dan yang letaknya amat strategis dalam politik dan ekonomi dunia serta jumlah Rakyat (mapower) yang kini sudah 88.000.000 tetapi terus bertambah pesat, sehingga dalam waktu singkat Indonesia akan mempunyai manpower yang 1000.000.000, 120.000.000, 150.000.000 orang !

Keenam. Kepercayaan pada kemampuan dan keuletan bangsa sendiri, yang sudah dibuktikan dizaman yang lampau,juga jika dibandingkan dengan revolusi-revolusi bangsa lain yang sedang berjalan sekarang, ya, juga jika dibandingkan dengan revolusi-revolusi di negeri-negeri luaran yang sekarang sudah selesai.

Ketujuh. Kekayaan alam, kekayaan di atas bumi dan kekayaan alam di dalam bumi, yang sungguh saya tidak omong-kosong tak ada bandingannya diseluruh dunia ini tak ada tandingannya didelapan penjuru angin. Maka tujuh hal inilah dan dapat ditambah dengan beberapa hal lagi menjadi modal kita untuk melanjutkan perjuangan menjadi kereta kita untuk melanjutkan perjalanan.

Tidaklah modal-modal ini menggembirakan ? Tidakkah ia cukup besar untuk membuat hati kita mongkok sebesar gunung, untuk membanting tulang terus, memeras keringat terus, berjalan mendaki terus, ya berjalan mendaki terus !, sampai tujuan tercapai, meski ada rintangan yang bagaimanapun juga.

Lihat misalnya modal yang kelima, modal yang mengenai wilayah kekuasaan Indonesia ! Zonder Irian Barat saja Republik Indonesia telah berwilayah kekuasaan yang luasnya sama dengan dari pantai Barat Eropa sampai ketapal-batasnya disebelah Timur, lebih luas daripada wilayah negara-negara besar, dan kedudukan strategisnyapun tak ada taranya dimuka bumi.

Dan wilayah kekuasaan Republik Indonesia yang begitu luas ini tidak terbagi-bagi dalam beberapa negara ! Inipun hasil perjuangan yang pantas kita banggakan terutama sekali jika dibandingkan dengan perjuangan bangsa-bangsa lain disekitar kita ini. Wilayah mereka terbagi-bagi, wilayah kita tidak.

Bangsa mereka terbagi-bagi bangsa kita tidak. Jiwa mereka terbagi-bagi, jiwa kita tidak. Malahan kita akan memperbesar wilayah kekuasaan kita itu, dengan memasukkan kembali Irian Barat ! Malahan kita akan mempersatukan kembali Bangsa Indonesia itu dengan membebaskan Irian Barat.

Malahan kita akan mengutuhkan kembali jiwa Indonesia itu, dengan memerdekakan Irian Barat. Dunia-luaran harus tahu, bahwa mengenai pembebasan Irian Barat itu kita tidak main-main dan tidak mengenal kompromis !

Dunia luaran pun harus tahu, bahwa federalisme kaum penyelewengan yang mereka simpati dan mereka sokong gelap-gelapan itu akan terus kita tentang habis-habisan, kita tentang mati-matian, oleh karena federalisme memecah potensi bangsa Indonesia yang berkepribadian ''Tunggal Ika'', dan oleh karena ia memang adalah alat imperialis dalam politiknya ''divide et impera'', alat imperialis untuk memecah-mecah kekuatan kita.

Kita kembali kepada Undang-undang Dasar 1945, antara lain oleh karena Undang-undang Dasar 1945 berdiri diatas dasar Unitarisme Negara, dan dus tidak mengijinkan federalisme di Indonesia dalam bentuk bagaimana juga.

Dengan tegas, jelas, tandas, dalam Bab I, pasal 1, ayat 1 daripada Undang-undang Dasar 1945 itu ditulis : ''Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik'', Kesatuan dengan aksara K besar ! Siapa dalam rangka Undang-undang Dasar 1945 ini masih hendak bicara tentang ''negara bagian'' dan lain sebagainya itu, ia dengan nyata tidak berdiri diatas bidang Undang-undang Dasar Proklamasi, ia akan kita tentang dengan segala jiwa perjuangan yang ada didalam kalbu. Segenap barisan pecinta Undang-undang Dasar Proklamasi siap-sedia untuk menggempur percobaan-percobaan untuk menyelinapkan federalisme dalam tubuh ketata-negaraan kita itu.  

Sekarang lihat juga modal keenam : Kemampuan dan keuletan bangsa kita yang sudah kita buktikan dizaman yang lampau. Itupun satu modal yang amat besar harganya ! Sebab modal ini adalah modal pengalaman dan modal mental. Modal ini adalah modal yang berupa bukti keuletan dan bukti kemampuan bangsa kita dan modal kepercayaan. Modal ''geloof''. Modal ''faith''. Amat pentinglah kepercayaan ini ! Kong Hu Cu berkata bahwa tak ada satu bangsa dapat berdiri tegak tanpa kepercayaan kepada diri sendiri dan kenyataan memang begitu.

Alangkah menajubkannya keuletan dan kemampuan kita itu ! Pada waktu saya memberi keterangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat beberapa minggu yang lalu telah saya singgung tentang hal ini. ''Jangan pula hanya melaksanakan program kabinet yang begitu sederhana itu !'', kataku dimuka Dewan Perwakilan Rakyat ''pukulan-pukulan yang lebih hebat daripada itu dimasa yang lampau kita atasi''.

''Apakah kita punya achievement yang terbesar didalam Revolusi kita ini dimasa yang lampau ? tanyaku dihadapan Dewan Perwakilan Rakyat. Bahwa kita sekarang mempunyai Angkatan Darat yang boleh dibanggakan ? Tidak ! Bahwa kita sekarang mempunyai Angkatan Laut yang 10 kali besarnya daripada dulu ? Tidak ! Bahwa kita sekarang mempunyai Angkatan Udara 7 kali lebih kuat daripada dulu ? Tidak ! Bahwa kita sekarang mempunyai mata uang sendiri ? Tidak ! Bahwa kita sekarang telah dapat membaca dan menulis 60% ? Tidak ! Achievement kita yang terbesar dalam Revolusi kita ini adalah bahwa kita tetap survive, tetap berdiri, tetap hidup. 

Pukulan-pukulan apapun yang jatuh diatas tubuh kita dimasa yang lampau, pukulan-pukulan yang mungkin telah meremukredamkan menghancurleburkan bangsa-bangsa lain yang kurang kuat, kita toh tetap berdiri, kita toh tetap hidup, kita toh tetap survive. Dihantam dengan aksi militer yang pertama, kita tetap survive.

Dihantam dengan aksi militer yang kedua, kita tetap survive. Dihantam oleh federalisme van Mook yang hendak merobek-robek dada kita, kita tetap survive. Dihantam oleh krisis ekonomi sebagai akibat pengambilan alih perusahaan-perusahaan Belanda, tatkala lautan-lautan kita boleh dikatakan sunyi-senyap karena bersih ditinggalkan oleh kapal-kapal K.P.M. kita tetap survive.

Dihantam oleh D.I.-T.I.I., dihantam oleh P.R.R.I.-Permesta dengan bantuannya yaksa-yaksa jin-peri-peranyangan dari luar, kita tetap survive. Sungguh achievement kita yang paling besar dalam Revolusi kita ini ialah bahwa kita tetap survive.

Palu-godamnya kesulitan-kesulitan yang bagaimanapun juga tak mampu mematahkan kita, gempurannya krisis-krisis yang segelap-gelapnyapun juga tak mampu meremukredamkan kita. Nyata kita ini bangsa yang tahan uji. Nyata kita ini Bangsa yang besar kemampuan, Bangsa yang ulet, Bangsa yang vital.

Kenyataan ini menjadi modal kepercayaan kita untuk mampu menempuh perjuangan yang masih akan datang. Modal kepercayaan yang begini amat tinggi harganya, tak dapat dinilai dengan berlian, tak dapat dibeli dengan emas, tak dapat ditukar dengan ratna mutu manikam.

Ia, masih banyak kesulitan dihadapan kita tetapi mari kita terjang kesulitan-kesulitan itu. Bangsa lain barang kali akan mengkerut hatinya kalau melihat gunung kesulitan dihadapannya, tetapi bangsa kita tidak akan gentar, dan ia tetap mendaki terus.

Insya Allah subhanahu wa ta'ala, Bangsa kita, mengingat pengalaman-pengalaman yang sudah-sudah akan dapat menyelesaikan Revolusi ini setingkat demi setingkat, sampai tujuan yang terakhir tercapai. Tujuan jangka pendek tercapai, tujuan jangka panjangpun tercapai.

Apakah tujuan kita jangka pendek dan apa tujuan kita jangka panjang itu ? Tujuan jangka pendek yang saya hadapkan kepada saudara-saudara ialah : program Kabinet Kerja yang amat sederhana itu, sandang pangan, keamanan, melanjutkan perjuangan anti imperialisme ditambah dengan mempertahankan kepribadian kita ditengah-tengah tarikan-tarikan kekanan dan kekiri, yang sekarang sedang berlaku kepada kita dalam pergolakan dunia menuju kepada satu imbangan baru.

Tujuan jangka panjang ialah : masyarakat yang adil dan makmur, melenyapkan imperialisme dimana-mana, dan mencapai dasar-dasar bagi perdamaian dunia yang kekal dan abadi. Maka untuk menanggulangi segala masalah-masalah berhubungan dengan tujuan-tujuan jangka pendek dan jangka panjang tersebut, nyatalah kita tak dapat mempergunakan sistem yang sudah-sudah dan alat-alat (tools) yang sudah-sudah.

Sistim liberalisme harus kita buang jauh-jauh, demokrasi terpimpin dan ekonomi terpimpin harus kita tempatkan sebagai gantinya. Susunan peralatan yang ternyata tak effisien dulu itu, harus kita bongkar kita ganti dengan susunan peralatan yang baru. 

Ordening baru dan herordening baru harus kita adakan agar demokrasi terpimpin dan ekonomi terpimpin dapat berjalan. Inilah arti dan isi perkataanku mengenai ''retooling for the future'', yang tempo hari saya ucapkan dimuka Dewan Perwakilan Rakyat.

Retooling daripada semua alat-alat perjuangan ! Dan Konsolidasi daripada semua alat-alat perjuangan sesudah retooled ! Retooling badan eksekutif, yaitu Pemerintah, kepegawaian dan lain sebagainya, vertikal dan horisontal. Retooling badan legislatif, yaitu D.P.R.

Retooling semua alat-alat kekuasaan Negara, Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, Polisi. Retooling alat-alat produksi dan alat-alat distribusi. Retooling organisasi-organisasi masyarakat, partai-partai politik, badan-badan sosial, badan-badan ekonomi.

Ya, jaga-jagalah, semua akan diretool, semuanya akan diordening dan diherordening dan memang ada yang sedang diretool. Dibidang eksekutif retooling sedang berjalan berangsur-angsur. Dibidang legislatif saya harap retooling juga dijalankan terus : siapa yang tidak bersumpah setia kepada Undang-undang Dasar 1945 dikeluarkan dari D.P.R. ; siapa yang ikut pemberontakan dipecat dari D.P.R.dan akan dihukum. Siapa yang tidak mengeti apa makna ''kembali kepada Undang-undang Dasar 1945'', sebenarnya sebaiknya ia keluar saja dari D.P.R. !

D.P.R. hendaknya menjadi satu tempat perwakilan Rakyat yang bersifat baru. Bukan saja ia menurut semangat Undang-undang Dasar 1945 sekarang harus menjadi dewan yang bantu-membantu dengan Pemerintah, ia tak dapat menjatuhkan Pemerintah yang dapat menjatuhkan Pemerintah ialah Majelis Permusyawaratan Rakyat, bukan saja itu, tetapi dalam semangat kembali kepada Undang-undang Dasar 1945 itu, dalam semangat Demokrasi Terpimpin, dalam semangat membina masyarakat adil dan makmur saya harap gedung D.P.R. itu bukan lagi hanya satu tempat berbicara tele-tele dan tempat pemungutan suara saja, akan tetapi terutama sekali tempat dimana dilahirkan fikiran-fikiran, ide-ide, konsepsi-konsepsi, yang berguna dan bersejarah bagi Rakyat.

Hanya dengan retooling diri yang demikian itulah D.P.R. akan dapat menjadi alat pembangunan, alat perjuangan, alat Revolusi. Alat-alat kekuasaan Negara yang lain-lainnyapun, Angkatan Perang dan Polisi, harus diretool. Dimasa yang lampau, liberalisme telah membawa banyak bencana dalam alat-alat kekuasaan Negara itu.

Bapakisme, daerahisme, politik territorial sendiri-sendiri, dewan-dewanan, P.R.R.I., Permesta, dan lain-lain borok dan koreng semacam itu, pada hakekatnya semua beribu kepada liberalisme yang membolehkan setiap orang berbuat sekersa-kersanya sendiri, ketambahan lagi dengan kipasannya dan bantuannya subversi asing.

Stop keadaan yang demikian itu ! Kini alat-alat kekuasaan Negara harus disapih sama sekali dari liberalisme kini mereka pun bernaung dibawah bendera Undang-undang Dasar '45 kini mereka pun harus dijadikan lagi alat Revolusi.

Demikian pula alat-alat produksi dan alat-alat distribusi. Semua harus diretool ! Semuanya harus direorganisasi, harus dibelokkan setirnya kearah pelaksanaan pasal 33 Undang-undang Dasar '45 dengan mempergunakan relnya Demokrasi Terpimpin.

Misalnya, kita mempunyai beberapa badan yang diserahi oleh Negara untuk mengurus dan mengembangkan beberapa bidang produksi dan distribusi, tetapi apa lacur ? Bukan produksi dan distribusi itu menjadi teratur beres dan berkembang, tetapi badan-badan itu menjadi sarangnya orang-orang yang memadet-madetkan isi kantongnya sendiri, orang-orang yang menjadi kaya-raya, orang-orang yang menjadi milyoner.

''Daar moet een eind aan komen !'' Keadaan yang demikian itu harus dirubah ! Dan bukan saja badan-badan itu harus diretool, tetapi juga semua alat-alat vital dalam produksi dan semua alat-alat vital dalam distribusi harus dikuasai atau sedikitnya diawasi oleh Pemerintah.

Tidak boleh lagi terjadi bahwa oleh karena alat-alat vital itu tidak dikuasai atau tidak diawasi Pemerintah, beberapa gelintir spekulan atau beberapa gelintir profiteur dapat menggoncangkan seluruh ekonomi nasional kita, mengkocar-kacirkan seluruh kebutuhan Rakyat.

Dan organisasi-organisasi masyarakat pun harus diretool. Partai-partai politik harus diretool, badan-badan sosial harus diretool, badan-badan ekonomi harus diretool. Niat Kabinet Karya untuk mengadakan penyederhanaan kepartaian dan untuk mengadakan Undang-undang Pemilihan Umum baru, saya teruskan. Penyederhanaan kepartaian dan pemilihan umum secara baru itu adalah retooling pula.

Saya ingin mengulangi beberapa kata yang saya ucapkan tanggal 24 Juli yang baru lalu dimuka sidang D.P.R. : ''Saya telah mengadakan retooling dalam bidang eksekutif, dan sebagai tadi saya katakan, retooling  harus kita teruskan disemua lapangan, baik lapangan ekonomi maupun lapangan politik maupun lapangan kemasyarakatan''.

Sekali lagi ; retooling disemua lapangan ! Dan apakah makna dari kata retooling itu ? Retooling itu berarti mengganti sarana-sarana, mengganti alat-alat dan apparatur-apparetur yang tidak sesuai lagi dengan pikiran Demokrasi Terpimpin, dengan sarana-sarana baru, dengan alat-alat apparatur-apparatur baru, yang lebih sesuai dengan outlook baru. Retooling berarti juga menghemat segala sarana-sarana dan alat-alat yang masih dapat dipergunakan, asal saja alat-alat itu masih mungkin diperbaiki dan dipertajam kembali.

Retooling dilapangan kemasyarakatan dalam arti yang paling pokok ialah menghimpun segala tenaga, segala kekuatan, segala sarana, yang kini sudah dan belum dipergunakan, menghimpun segala tenaga dan kekuatan yang resmi, setengah resmi dan yang sama sekali tidak resmi.

Retooling berarti mobilisasi total, penghimpunan tenaga-tenaga materiil secara total, menghimpun tenaga-tenaga rokhaniah secara total, dan membuat tenaga-tenaga itu strijdvaardig dan strijdwaardig buat melaksanakan tugas dan tanggung jawab Kabinet Kerja, yang pada hakekatnya merupakan program bagi Rakyat Indonesia seluruhnya.

Mobilisasi materiil dan mental secara total itu tidak dapat kita hindari, kalau kita hendak sungguh-sungguh menjawab tantangan yang sudah dicantumkan dalam program Kabinet Kerja. Amat perlu juga ialah supaya kita bisa mengikut sertakan segala modal dan tenaga segala ''funds and forces'' bagi usaha-usaha pembangunan semesta kita.

Tetapi dalam usaha-usaha mengorganisir dan menghimpun segala ''funds and forces'' itu, haruslah kita letakkan satu syarat pokok, yaitu : modal dan tenaga, yang hendak kita ikut sertakan itu, haruslah bercorak progressif. Segala modal dan segala tenaga yang memenuhi syarat itu akan kita sambut dengan kedua belah tangan.

Sebaliknya ''funds and forces'' yang tidak progressif, tenaga-tenaga yang reaksioner dan anti revolusioner akan kita tolak dan malahan kita tentang. Tenaga-tenaga dan modal yang tidak memenuhi syarat pokok kita itu, hendaknya minggir saja, dan sekali-kali janganlah menghalang-halangi kita. Sebab setiap penghalang akan kita terjang, setiap rintangan akan kita singkirkan, sesuai dengan semboyan ''Rawe-rawe rantas, malang-malang putung''.

Sekali lagi, segala tenaga dan segala modal yang terbukti progressif akan kita ajak dan akan kita ikut sertakan dalam pembangunan Indonesia. Dus juga tenaga dan modal bukan asli yang sudah menetap di Indonesia dan yang menyetujui lagi pula sanggup membantu terlaksananya program Kabinet Kerja, akan mendapat tempat dan kesempatan yang wajar dalam usaha-usaha kita untuk memperbesar produksi dilapangan perindustrian dan pertanian.

''Funds and forces'' bukan asli itu dapat disalurkan kearah pembangunan perindustrian, misalnya dalam sektor industri menengah, yang masih terbuka bagi inisiatif partikelir. Dalam hal ini maka kini waktunya sudah tiba, untuk mempelajari dan menyusun peraturan khusus yang memuat syarat-syarat dan cara-cara mempergunakan ''funds and forces'' tersebut.

Untuk melaksanakan maksud itu maka perlu adanya iklim kerjasama yang baik. Oleh karena itu semua yang berkepentingan hendaknya menjauhi sesuatu tindakan yang dapat merugikan iklim kerjasama itu. Saudara-saudara, kita dus harus mengadakan ordening dan herordening total ! Memang Dekrit Presiden 5 Juli itu pada hakekatnya adalah satu pukulan canang, satu ''sein'' untuk mengadakan herordening total.

''Tinggalkan sama sekali alam liberialisme, tinggalkan sama sekali Undang-undang Dasar 1950, masuklah sama sekali dalam alam Revolusi lagi, pakailah Undang-undang Dasar 1945 itu sama sekali sebagai alat perjuangan, kibarkanlah sama sekali benderanya Demokrasi Terpimpin, hiduplah sama sekali secara baru, berjuanglah sama sekali secara baru'', demikianlah boleh diibaratkan makna dentuman Dekrit Presiden itu.

Ya, baru, disegala lapangan ! Ordening dan herordening total ! Herordening politik, herordening ekonomis, herordening sosial dalam seluruh kehidupan bangsa. Herordening yang disertakan dengan koordinasi satu samalain, sehingga seluruh macam aktifitet kehidupan bangsa itu menjadi ''one coordinated unit'', satu jaringan yang terkoordinir, untuk memenuhi dasar dan tujuan Revolusi.

Sebetulnya dulu Rakyat dalam berbagai lapisan atau berbagai golongan telah juga menjalankan aktivitet dilapangannya masing-masing. Akan tetapi aktivitetnya itu tidak terkoordinir satu sama lain, tidak terkoordinir diatas persadanya satu dasar dan satu jurusan, ''satu buat semua, semua buat satu'', satu, yaitu Negara supaya menjadi Negara Kesatuan yang kuat berwilayah kekuasaan dari Sabang sampai Merauke, dan masyarakat supaya menjadi masyarakat adil dan makmur yang memberi kebahagiaan kepada semua warga negara diseluruh tanah air.

Dulu aktivitet itu kadang-kadang bersimpang-siur, sehingga kadang-kadang aktivitet satu golongan dilakukan atas kesengsaraannya atau kemelaratannya golongan yang lain. Aktivitet yang bersimpang-siur ini malahan tidak mendekatkan kita kepada tujuan Revolusi, melainkan malahan menjauhkan kita dari tujuan Revolusi.

Karena itu kita sekarang harus mengadakan herordening dan koordinasi total ! Herordening politik. Tidak boleh lagi terjadi, bahwa Rakyat ditunggangi oleh pemimpin. Tidak boleh lagi terjadi, bahwa Rakyat menjadi alat demokrasi. Tetapi sebaliknya demokrasi harus menjadi alat Rakyat.

Alat Rakyat untuk mencapai tujuan Rakyat. Tujuan Rakyat yang telah dikorbani oleh Rakyat berpuluh-puluh tahun, yaitu Negara kuat, masyarakat adil dan makmur. Demokrasi Terpimpin tidak menitik beratkan kepada ''satu orang - satu suara'', sehingga partai menjadi semacam ''koeliewerver'' dizaman Belanda, hanya sekarang werver suara, tetapi Demokrasi Terpimpin menitik beratkan kepada :

a. Tiap-tiap orang diwajibkan untuk berbakti kepada kepentingan umum, berbakti kepada masyarakat, berbakti kepada Bangsa, berbakti kepada Negara dan ;
b. Tiap-tiap orang berhak mendapat kehidupan yang layak dalam masyarakat, Bangsa dan Negara itu.

Demikianlah Herordening dilapangan politik. Herordening ekonomis bermaksud agar supaya seluruh susunan ekonomi nasional dijadikan pancatan kearah ekonomi ''adil dan makmur'' yang akan direalisasi kelak. Jelas disinipun sudah tak boleh diberi jalan kepada ekonomi liberal, dimana tiap-tiap orang diberi kesempatan untuk menggaruk kekayaan ten koste daripada umum.

Didalam herordening ekonomis ini maka kehidupan ekonomis bangsa sudah akan dipimpin, ekonomi bangsa dijadikan Ekonomi Terpimpin. Sebagai yang saya katakan tadi, maka didalam herordening ini setidak-tidaknya semua alat-alat vital produksi dan alat-alat vital distribusi harus dikuasai Negara, atau sedikitnya diawasi oleh Negara.

Revolusi Indonesia tidak mengizinkan Indonesia menjadi padang penggarukan harta bagi siapapun, asing atau bukan asing. Siapa penggaruk kekayaan ten koste daripada umum, siapa pengacau perekonomian umum, dia akan ditangkap, dia akan kita seret dimuka hakim, dia akan kita hukum berat, dia kalau perlu akan kita jatuhi hukuman mati.

Demikian pula persoalan tanah. Kita mewarisi dari zaman Belanda beberapa yang harus kita bantras. Antara lain apa yang dinamakan ''hak eigendom'' diatas sesuatu bidang tanah. Mulai sekarang kita coret sama sekali ''hak eigendom'' tanah dari hukum pertanahan Indonesia.

Tak dapat kita benarkan di Indonesia Merdeka ada sesuatu bidang tanah yang dieigendomi oleh orang asing, in casu orang Belanda ! Kita hanya kenal hak-milik tanah bagi orang Indonesia ; sesuai dengan pasal 33 Undang-undang Dasar 1945.

Kecuali herordening politik dan herordening ekoomis, kitapun harus mengadakan herordening sosial. Sejak pecahnya Revolusi kita, saya sudah menandaskan pentingnya ''kesedaran sosial''. Lima kesedaran saya tandaskan pada waktu itu. Kesedaran nasional, kesedaran bernegara, kesedaran berpemerintah, kesedaran berangkatan Perang, kesedaran sosial, demikianlah kusebutkan soko-guru-soko-guru bagi kehidupan bangsa pada waktu itu.

Ternyata kesedaran sosial ini dalam waktu survival dan investment bukan makin subur dan makin kokoh, tetapi makin mundur. Bagi liberalisme dan individualisme telah menggerogotinya dalam-dalam. Apakah pengejawantahan kesedaran sosial daripada bangsa Indonesia ? Pengejawantahan kesedaran sosial itu ialah persatuan, gotong-royong, semangat yang saya namakan semangat ''ho lopis kuntul baris''.

Semangat persatuan, semangat gotong-royong, semangat ''ho lopis kuntul baris'' itu adalah syarat mutlak bagi terselenggaranya masyarakat adil dan makmur. Tetapi apa yang kita lihat sejak kita meniggalkan alam Revolusi phisik, masuk kedalam wilayah Undang-undang Dasar Republik Indonesia Serikat dan Undang-undang Dasar 1950 ?

Liberalisme meracuni kesedaran sosial kita ini, individualismenya meretakkan dan merekahkan semua kohesinya persatuan kita, kegotong-royongan kita, keholopiskuntulbarisan kita, sehingga kita menjadi satu bangsa yang penuh dengan kankernya daerahisme, kankernya sukuisme, kankernya multipartyisme, kankernya golonganisme, dan lain-lain.

Individualisme, itu musuh terbesar daripada idee keadilan sosial, menyelinaplah kedalam kalbunya bangsa Indonesia, bangsa Indonesia yang dari dulu terkenal sebagai satu bangsa gotong-royong, dan yang didalam Revolusi phisik memang benar-benar bersikap sebagai satu bangsa yang kompak bergotong-royong.

Bagaimana kita bisa membangun satu masyarakat keadilan sosial, kalau individualisme merajalela didalam kalbu kita ? Oleh karena itu, perlu sekali kita sekarang mengadakan satu herordening sosial, agar supaya dapat terlaksanalah apa yang dimaksud dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 33 bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan.

Demikianlah saudara-saudara, maka nyata perlu sekali kita mengadakan herordening-herordening dibidang politik, ekonomis, dan sosial itu. Memang ordening politik-ekonomis-sosial itu pada hakekatnya adalah inti daripada Revolusi kita, jiwa daripada Revolusi kita.

Ia merupakan tiang pokok yang menjaga Revolusi kita itu. Tanpa tiang pokok ini, Revolusi kita tak akan mungkin mencapai tujuannya dan lebih daripada itu : Revolusi kita akan ambruk ditengah jalan. ''A Revolusi is an outburst of the collective will of a people'', Revolusi adalah peledakan daripada kemauan kollektif daripada sesuatu bangsa, demikian dikatakan oleh seorang sarjana.

Dan bagaimana Revolusi kita akan dapat berjalan, dan mencapai maksud, kalau kemauan kollektif itu telah pudar oleh liberalisme, individualisme, sukuisme, golonganisme, dan lain-lain sebagainya lagi ? Ordening politik-ekonomis-sosial itu dus sebenarnya adalah kekuasaan pokok, hoogste gezagdrager daripada kehidupan nasional kita ini.

Tiap orang, tiap warga negara, tiap golongan, ya segala apa yang kumelip diatas bumi Indonesia ini, harus tunduk (gesubordineerd) kepada autoriteitnya hoogste gezagdrager ini. Autoriteit yang tertinggi dalam kehidupan Nasional kita itu, autoriteit Cakrawarti dalam Revolusi kita itu, adalah ordening kollektif yang saya maksudkan itu.

Sebab ia menentukan (bepalend) apakah kita ini akan dapat hidup terus sebagai satu Bangsa yang hendak menyelenggarakan masyarakat adil dan makmur atau tidak. Ia menentukan (bepalend) apakah Revolusi kita ini akan mencapai tujuan, ataukah kandas ditengah jalan.

Jelas bahwa autoriteit tertinggi ini bukan orang, bukan Presiden, bukan Pemerintah, bukan Dewan, tetapi satu Konsepsi-hidup yang menjiwai Revolusi. Pendek kata dan gampangnya kata, segala apa yang menjadi cita-cita Revolusi '45 itu, itulah autoriteit yang tertinggi, itulah hoogste gezagdrager, itulah Cakrawati.

Itulah yang harus dilaksanakan, itulah yang harus kita taati, itulah yang harus kita kawulani. Segala susuan kehidupan nasional kita harus kita tujukan dan tundukkan kepada realisasinya cita-cita Revolusi kita. Dan siapa tidak mau ditujukan kesitu, siapa yang tidak mau ditundukkan kesitu, dia adalah penghalang Revolusi.

Itulah yang saya maksudkan denga ''ordening'', dan lain sebagaiya itu. Dan inilah baiknya Undang-undang Dasar 1945 : ordening dan retooling itu dimungkinkan dan dapat dijalankan, melalui saluran Undang-undang Dasar '45. Oleh karena itu pulalah, maka kita kembali kepada Undang-undang Dasar 1945.

Saudara-saudara ! Saya tidak menyesal, bahwa saya pada tanggal 5 Juli yang lalu telah mengadakan ''Dekrit Presiden''. Saya malahan bersyukur kepada Tuhan, bahwa saya telah mengadakan Dekrit itu. Tindakan tegas yang berupa Dekrit Presiden itu saya ambil, bukan karena saya mau main diktator-diktatoran, tetapi karena berdasarkan kehendak Rakyat yang terbanyak melimpah-limpah.

Dan D.P.R. pun belakangan ternyata dengan suara bulat menerima bekerja terus dalam rangka Undang-undang Dasar 1945. Apa yang tidak dapat diterima oleh Konstituante dengan suara 2/3, diterima oleh D.P.R. dengan suara bulat mufakat seratus persen.

Didalam Dekrit itupun saya kemukakan dengan terang apa yang menjadi pertimbangan saya untuk mengadakan Dekrit itu : gagalnya Konstituante untuk mencapai suara 2/3 kembali kepada Undang-undang Dasar '45 ; tak mungkinnya Konstituante bersidang lagi ; keadaan darurat, atau noodstaatsrecht, atau emergency-situation ; force-majeur bagi Presiden/Panglima Tertinggi untuk menyelamatkan Republik Proklamasi ; hubungannya Piagam Jakarta dengan Undang-undang Dasar 1945, pertimbangan-pertimbangan itulah memaksa kepada saya untuk mengadakan Dekrit itu.

Sungguh saya ulangi lagi : saya tidak main diktator, dan saya pun tidak menyesal bahwa saya telah mengadakan Dekrit itu. Geweten saya, budi nurai saya, malahan merasa puas, bahwa saya, dengan mengadakan Dekrit itu, artinya : dengan mengembalikan Republik Indonesia kepada Undang-undang Dasar Proklamasi telah mengembalikan pula Bangsa Indonesia kepada relnya Revolusi.

Dengan Undang-undang Dasar 1945 itu kita sekarang dapat bekerja sesuai dengan dasar dan tujuan Revolusi. Landasan idiil dan landasan strukturil untuk bekerja sesuai dengan dasar dan tujuan Revolusi itu, terdapatlah dalam Undang-undang Dasar '45 itu.

Landasan idiil, yaitu Panca Sila, dan landasan strukturil, yaitu Pemerintah yang stabil, kedua-duanya terdapatlah secara tegas dalam Undang-undang Dasar 1945 itu. Baik mukaddimahnya maupun 37 pasalnya, maupun 4 aturan peralihannya, maupun 2 aturan tambahannya, memberi landasan yang kuat idiil dan strukturil, yaitu Panca Sila dan Pemerintahan yang stabil, untuk bekerja setingkat demi setingkat merealisasikan dasar dan tujuan Revolusi.

Tahun ini saya namakan ''Tahun penemuan kembali Revolusi'', The year of the Rediscovery of the Revolution. Ya, dengan kembali kita kepada Undang-undang Dasar '45, kita telah ''menemukan kembali Revolusi kita''. Kita, alhamdulilah, telah ''rediscover our Revolution''.

Kita merasa diri kita sekarang ini sebagai dirinya seorang pengembara, yang setelah sepuluh tahun lamanya keblinger puter-giling mengembara dimana-mana untuk mencari rumahnya diluar negeri, akhirnya pulang kembali kerumah asalnya, pulang kembali kerumahnya sendiri, laksana kerbau pulang kekandangnya.

Saya tidak tahu apakah saudara pernah membaca Dante. Dante Alighieri, penulis Italia hampir tujuh abad yang lalu. Didalam karyanya yang bernama ''Divina Commedia'', ia melukiskan perjalanannya dari Neraka, melalui Tempat Pensucian, kepada Sorga : dari Inferno, melalui Purgatorio, ke Paradiso.

Ia menderita segala macam penderitaan didalam Neraka (Inferno), kemudian melalui dan mengalami segala macam pensucian ditempat Pensucian (Purgatorio), dan akhirnya sesudah suci, ia mencapai Sorga (Paradiso).

Saya merasa seperti Dante dalam Divina Commedia itu. Saya merasa, bahwa Revolusi kita inipun menderita siksaan segala macam syaitannya Neraka, segala macam penderitaannya Inferno, dan kemudian dengan kembali kita kepada Undang-undang Dasar 1945, kini sedang mengalami kesucian, agar nanti kita bisa memasuki Sorga.

Kini kita sedang dalam Purgatorio, sedang dalam dicuci dari segala kekotoran, sedang dalam louteringsproces dalam segala hal, agar nanti jika kita sudah tercuci, sudah ''gelouterd'', kita dapat memasuki kebahagiaan Paradisonya masyarakat adil dan makmur.

Syaitan liberalisme, syaitan federalisme, syaitan individualisme, syaitan sukuisme, syaitan golonganisme, syaitan penyelewengan-penyelewengan, syaitan kepetualangan, syaitan dualisme empat macam, syaitan korupsi, syaitan garuk kekayaan hantam kromo, syaitan multiparty system, syaitan pemberontakan, segala macam syaitan telah menerkam kita didalam Inferno itu, dan sekarang kita mengalami Purgatorio disegala lapangan.

Herorientasi, herordening, retooling, reshaping, remaking, itu semuanya adalah purgatorio yang perlu agar supaya kita bisa melanjutkan segala perjalanan kita diatas relnya Revolusi, menuju kepada tujuan Revolusi. Biar kaum imperialis diluar negeri geger ! Mereka menuduh kita, bahwa Undang-undang Dasar '45 adalah ''bikinan Jepang''. Mereka menuduh pula, bahwa kekuasaan Presiden dalam rangka Undang-undang Dasar '45 sekarang ini, dilandaskan kepada kediktatoran militer.

Sekali lagi biar mereka geger ! Undang-undang Dasar 1945 bukan ''bikinan Jepang'', Undang-undang Dasar '45 bukan ''Japanese-made''. Undang-undang Dasar 1945 adalah asli cerminan kepribadian (identity) bangsa Indonesia, yang sejak zaman purbakala mula mendasarkan sistim pemerintahannya kepada musyawarah dan mufakat dengan pimpinan satu kekuasaan sentral ditangan seorang ''sesepuh'', seorang tetua, yang tidak mendiktatori, tetapi ''memimpin'', ''mengayomi''. Demokrasi Indonesia sejak zaman purbakala mula adalah Demokrasi Terpimpin dan ini adalah karakteristik bagi semua demokrasi-demokrasi asli dibenua Asia.

Ya benar, tanpa tedeng aling-aling kita memberi talak-tiga kepada demokrasi-barat yang free-fight-liberalistis itu, tetapi sebaliknyapun kita dari dulu-mula menolak mentah-mentah kepada kediktatoran. Demokrasi Terpimpin adalah demokrasi kekeluargaan, tanpa anarchinya liberalisme, tanpa autokrasinya diktatur.

Siapa misalnya hendak mengatakan, bahwa Sun Yat Sen adalah diktator, kecuali barangkali orang-orang imperialis semacam yang menyerang kita itu ? Dalam salah satu pidatonya, Sun Yat Sen pernah berkata : ''the greatest obstacle to democracy came from those who advocated unrestricted political democracy, but also from those who did o longer dare to advocate democracy''. (''Rintangan yang paling besar bagi demokrasi datang dari mereka, yang menganjurkan demokrasi politik tanpa batas, tetapi juga dari mereka yang tidak berani lagi menganjurkan demokrasi'').

Japanese-made ? Amboi, tidakkah pernah mereka membaca pidato saya tentang ''Lahirnya Panca Sila'' pada tanggal 1 Juni 1945, tatkala Jepang masih berkuasa disini, dimana saya mempergunakan faham-faham pemimpin-pemimpin yang demokratis, dan tidak mengeluarkan sepatah kata bengkokpun mengenai sistim Jepang ?

Kaum imperialis itu memang imperialis ! Saudara-saudara ingat perkataan saya tadi itu, bahwa Undang-undang Dasar '45 memberi landasan strukturil yang kuat, yaitu Pemerintahan yang stabil. Dalam Undang-undang Dasar '45 parlemen tidak dapat menjatuhkan Pemerintah ; yang dapat menjatuhkannya ialah Majelis Permusyawaratan Rakyat. Itulah sebabnya saya berkata bahwa Undang-undang Dasar '45 menjamin Pemerintahan yang stabil.

Tetapi apa yang kaum imperialis kata ? Jangan saudara-saudara tanya, apa yang oleh kaum imperialis dianggap sebagai satu pemerintahan yang stabil. Pernah mereka memuji satu pemerintahan disalah satu negara di Asia ini dengan mengatakan bahwa pemerintahan disitu itu adalah pemerintahan yang stabil, karena ia menjamin kepentingan modal asing !'' (''A stable government is a government which guarantees a normal interest for foreign capital'').

Apa yang kita namakan Pemerintah yang stabil ? Pemerintah yang stabil menurut faham kita ialah Pemerintah yang berwibawa, yang dapat bekerja tenang-teguh bertahun-tahun, tanpa setiap hari Rebo wage atau setiap hari Sabtu Paing dijatuhkan oleh oposisi. Pemerintah yang dapat bekerja tenang-teguh, tidak untuk menjamin kepentingan modal asing, tetapi untuk menjamin sandang pangan bagi Rakyat.

Ya, biar kaum imperialis geger ! Kita berjalan terus ! Biar anjing menggonggong, kafilah kita tetap berlaku ! Kita tetap melanjutkan pelaksanaan Demokrasi Terpimpin sebagai ''tool'' untuk memberi pimpinan dalam tingkatan Revolusi kita sekarang ini, agar supaya Revolusi kita itu nanti dengan lancar dapat memasuki fasenya sosial-ekonomis, yaitu pembinaan masyarakat yang adil dan makmur.

Kita tetap menjalankan retooling disegala lapangan sambil membangunkan pula tool-tool baru yang perlu. Kita membentuk Kabinet Kerja, satu kabinet stijl baru, dengan programnya yang termanjur, yaitu sandang-pangan, keamanan, melanjutkan perjuangan anti-imperialis.

Program ini amat sederhana, amat tidak muluk-muluk, tetapi amat realistis, dan amat penting dan amat fundamentil untuk melanjutkan Revolusi. Kalau kita hendak bekerja untuk realisasi masyarakat adil dan makmur, maka tiga hal yang tercantum dalam program kabinet itu harus kita realisasikan lebih dahulu.

Tak dapat kita sebagai bangsa membina suatu masyarakat baru yang lengkap modern dan adil, kalau Rakyat tidak tercukupi minimal ia punya sandang dan ia punya pangan. Tak dapat, tak mungkin, masyarakat baru semacam itu tersusun, kalau Rakyat yang harus menyususnnya itu tak mempunyai kain untuk menutupi tubuhnya, kalau ia tak dapat bernaung sekadarnya daripada hujan dan teriknya matahari, kalau perutnya keroncongan karena tiada beras untuk mengisinya.

Tak dapat pembangunan-semesta untuk masyarakat adil dan makmur berjalan baik kalau keamanan selalu terganggu. Tak dapat kita mengambil manfaat seratus persen daripada kekayaan bumi dan air kita sendiri, kalau imperialisme ekonomi dan imperialisme politik masih bercokol tubuh kita, laksana lintah yang menghisap darah, atau kemladean yang membinasahkan pohon. Program Kabinet ini amat sederhana, bunyinya amat sederhana, tetapi sungguh, ia amat-amat fundamentil sekali.

Baik saya tandaskan disini, bahwa 3 pasal program Kabinet itu memang belum dan bukan masyarakat yang adil dan makmur. Masyarakat yang adil dan makmur bukan hanya berisi cukup sandang-pangan saja, apalagi sandang-pangan itu sekadar bersifat minimum.

Masyarakat adil dan makmur adalah masyarakat yang teknis tinggi, lengkap modern sampai kepuncak-puncak gunung, lengkap modern materiil dan kulturil, dengan pengecapan oleh seluruh Rakyat secara adil. Program Kabinet tidak menyanggupkan masyarakat yang demikian itu.

En tah, jangan saudara-saudara mengira bahwa Kabinet Kerja ini, karena programnya hanya terdiri dari sandang-pangan, keamanan, dan perjuangan anti imperialis tok, dus secara sempit hanya mengerjakan tiga hal itu saja, dan tidak mengerjakan hal-hal lain yang bersangkutan dengan cita-cita Revolusi.

Ambillah misalnya sandang-pangan. Apakah dus Kabinet Kerja hanya bekerja mengikhtiarkan supaya Rakyat dimana-mana bisa membeli beras-garam-gula-kopi-minyak-ikan asin saja, plus sekian meter kain buat setiap orang setiap tahun, dan tidak memfikirkan hal-hal ekonomi yang lain ? Kita tidak sesempit itu ! Program adalah penonjolan ikhtiar yang paling mendesak, menonjolkan ikhtiar yang paling urgennt.

Disamping program itu adalah banyak lagi hal-hal yang harus dikerjakan. Memang persoalan-persoalan kita sebagai bangsa yang ber-Revolusi adalah persoalan-persoalan yang jalin-menjalin, persoalan-persoalan yang amat kompleks, persoalan-persoalan yang tak dapat dipisahkan satu daripada yang lain.

Kita hanya dapat menonjolkan sesuatu persoalan daripada persoalan-persoalan yang lain, sebagai satu persoalan yang paling urgent, tetapi kita tidak dapat melepaskannya dari persoalan-persoalan yang lain. Misalnya persoalan ekonomi kita bukan hanya persoalan ''sandang-pangan'' saja.

Persoalan ekonomi kita adalah persoalan yang lebih luas daripada itu. Kini benar-benar sudah tiba waktunya untuk memulai mempraktekkan beberapa semboyan ekonomi. Misalnya semboyan ''merombak ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional'', sekarang harus dinaikkan kepada tingkat yang lebih tinggi.

Semboyan ''merombak ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional'' harus kita naikkan tingkat dari semboyan yang diserukan, menjadi semboyan yang mulai dipraktekkan ! Pengambilan-alih perusahaan-perusahaan Belanda dalam rangka perjuangan pembebasan Irian Barat adalah satu langkah yang amat penting sekali.

Tetapi belum semua modal Belanda diambil-alih, belum semua perusahaan Belanda dinasionalisir. Padahal sikap Belanda dalam hal Irian Barat tetap membandel ! Saya lantunkan sinyalemen disini, bahwa jika Belanda dalam soal Irian Barat tetap membandel, jika mereka dalam persoalan klaim nasional kita tetap berkepala batu, maka semua modal Belanda, termasuk yang berada dalam perusahaan-perusahaan campuran, akan habis-tammat riwayatnya sama-sekali dibumi Indonesia.

Dan bergandengan dengan ini, kepada alap-alap kapitalis bangsa sendiri pun saya lantunkan penegasan bahwa sesuai dengan pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 ayat 2 dan ayat 3, cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat-hidup orang banyak, akan dikuasai oleh Negara, dan tidak akan dipartikelir.

Dan terhadap kepada modal asing bukan Belanda saya tegaskan disini bahwa mereka harus mentaati ketentuan-ketentuan Republik. Jangan mereka menjalankan peranan yang negatif. Jangan mereka mencoba-coba memperdayakan Republik.

Jangan mereka membantu gelap-gelapan kepada kontra-Revolusi, jangan mereka menjalankan sabotase-sabotase ekonomi. Meski kita berdiri diatas prinsip, bahwa untuk pembangunan kita memberikan prioritet kepada modal sendiri, dan bahwa jika toh diperlukan modal dari luar, kita mengutamakan kredit daripada penanaman modal asing, dan prinsip ini saya tandaskan lagi disini meski demikian kita toh cukup toleran terhadap kepada modal asing bukan Belanda yang sudah berada disini dan yang mungkin akan ada disini.

Tetapi syarat mutlak bagi bolehnya modal asing itu bekerja disini ialah bahwa mereka mentaati semua ketentuan-ketentuan Republik. Jika mereka tidak mentaati ketentuan-ketentuan itu jika mereka menjalankan peranan yang negatif, jika mereka misalnya diam-diam menjalankan sabotase ekonomi atau secara gelap-gelapan memberi bantuan kepada kontra-revolusi, maka janganlah kaget, jika nanti Rakyat Indonesia memperlakukan mereka sama dengan modal yang asalnya dari negeri Belanda itu.

Saudara-saudara melihat bahwa dus tidak benar kalau dikira bahwa kita hanya mengikhtiarkan ''sandang-pangan'' saja. Demikian pula tidak benar, kalau orang mengira, bahwa, karena pasal 3 Program Kabinet berbunyi,''melanjutkan perjuangan menentang imperialisme ekonomi dan imperialisme politik'', maka kita tidak akan mengambil pusing hal imperialisme-imperialisme lain, misalnya imperialisme kebudayaan.

Saya telah memberi instruksi kepada Menteri muda Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan untuk mengambil tindakan-tindakan dibidang kebudayaan ini, untuk melindungi kebudayaan nasional dan menjamin berkembangnya kebudayaan nasional.

Dan engkau, hai pemuda-pemuda dan pemudi-pemudi, engkau yang tentunya anti imperialisme ekonomi dan menentang imperialisme ekonomi, engkau yang menentang imperialisme politik, kenapa kalangan engkau banyak yang tidak menentang imperialisme kebudayaan ?

Kenapa kalangan engkau banyak yang masih rock-'n-roll-rock-'n-rollan, dansi-dansian a la cha-cha-cha, musik-musikan a la ngak-ngik-ngek gila-gilaan, dan lain-lain sebagainya lagi ? Kenapa kalangan engkau banyak yang gemar membaca tulisan-tulisan dari luaran, yang nyata itu adalah imperialisme kebudayaan ?

Pemerintah akan melindungi kebudayaan nasional, tetapi engkau pemuda-pemudi pun harus aktif ikut menentang imperialisme kebudayaan, dan melindungi serta memperkembangkan kebudayaan nasional. Khusus mengenai perjuangan Irian Barat, saya menyatakan disini bahwa benar Pemerintah tidak akan memasukkan soal Irian Barat itu ke P.B.B. tahun ini.

Tetapi itu tidak berarti, bahwa Pemerintah kendor dalam perjuangannya mengenai Irian Barat. Tidak ! Sama sekali tidak ! Sebaliknya ! Pemerintah memperhebat perjuangan Irian Barat itu dilapangan lain dari pada P.B.B. Pemerintah memperhebat perjuangannya itu dilapangan ekonomi.

Pemerintah mengakui bahwa perjuangan Irian Barat harus dilakukan disegala lapangan, ya didalam negeri ya diluar negeri, tetapi buat tahun ini Pemerintah mengkonsentrir perjuangan melawan Belanda itu dilapangan ekonomi. Ingatlah kepada pemindahan pasar ke Bremen, ingatlah kepada keputusan kita untuk tidak mengakui ada hak eigendom Belanda lagi diatas sesuatu bidang tanah Indonesia, ingatlah kepada ucapan saya tadi, bahwa jika Belanda tetap membandel dalam persoalan Irian Barat, maka akan habis tammatlah samasekali riwayat semua modal Belanda di Indonesia.

Coba lihat nanti, pihak Belanda dan teman-temannya imperialis tentu akan geger marah oleh keputusan-keputusan kita ini, dan kegegeran mereka itu pun harus dan akan kita jalani didunia internasional. Pemerintah berpendapat lebih baik mengkonsentrir enersinya diluar negeri pada perlayanan kegegeran inilah, dan tidak memecah-mecah enersinya itu antara pelayanan kegegeran ini dan perjuangan di P.B.B.

Dan bagi P.B.B. sendiripun, sikap kita sekarang ini (untuk tidak memasukkan Irian Barat dalam acara P.B.B.), harus diberi arti yang langsung mengenai P.B.B. Saya harap P.B.B. dengan sikap kita sekarang ini mengerti, bagaimkana perasaan kita terhadap kepada P.B.B. !

Mengenai Front Nasional Pembebasan Irian Barat, dengan terus terang saya katakan disini, bahwa saya kurang puas dengan aksinya F.N.P.I.B. itu. Janganlah F.N.P.I.B. itu makin lama makin menjadi badan yang justru paling sedikit minatnya mengenai Irian Barat !

Janganlah ia mengurusi hal-hal lain yang tidak langsung mengenai perjuangan Irian Barat, misalnya perusahaan perkapalan dan pelajaran, dan totalisator ! F.N.P.I.B. harus mengkonsentrir dirinya pada menggelorakan massa untuk perjuangan Irian Barat.

Mengenai pasal 2 daripada Program, yaitu Keamanan, saya bisa memberitahukan kepada saudara-saudara sebagai berikut :  

Dalam melaksanakan program keamanan Negara dan keamanan Rakyat harus diinsyafi, bahwa masih luas dan berat tugas kita. Keamanan Negara masih nyata menghadapi gerombolan-gerombolan pemberontakan D.I., P.R.R.I./Pemerta dan sisa-sisa R.M.S. dan K.R.J.T. dari dalam, dengan aksi-aksi subversif asing dari dalam dan dari luar.

Beleid keamanan Pemerintah tetap tegas. Pemerintah meneruskan dan memperhebat operasi-operasi keamanan dengan pengerahan kekuatan alat-alat negara dan rakyat secara maksimal. Pemerintah tidak mau mengadakan perundingan atau kompromis dengan pemberontak.

Disamping itu, setiap usaha dan jalan lain yang membantu operasi-operasi tersebut, untuk mempercepat hasil-hasil, dan mengurangi korban-korban, sudah tentu dipergunakan. Pemberontakan yang insyaf kembali dan menyerah tanpa syarat, dan ikhlas ingin kembali kepangkuan Republik Indonesia '45, mendapat perlakuan yang wajar.

Sebagai hasil-hasil penghebatan operasi-operasi belakangan ini, dan karena semangat kembali ke Undang-undang Dasar 1945, maka jumlah mereka yang menghentikan perlawanan di Aceh dan Sulawesi terus bertambah.

Intensivering operasi-operasi keamanan dilaksanakan dalam batas-batas kemampuan kita yang maksimal. Penambahan personil, materiil dan kesatuan-kesatuan daripada ketiga Angkatan dan Kepolisian berjalan terus, walaupun dalam suasana finek Negara yang sulit.

Kesulitan finek tersebut menyulitkan dengan sendirinya logistik A.P.R.I., serta menyulitkan penambahan kekuatan. Namun semangat '45 dan moril prajurit-prajurit yang tetap tinggi merupakanlah modal yang utama, yang dengan ini perlu kita nyatakan penghargaan setinggi-tingginya.

A.P.R.I. tidak mengenal istirahat tugas operasi sejak '45. Namun semangat berjuang dan semangat berkorbannya tetap tinggi, walaupun keadaan peralatan dan perlengkapan P.R.R.I./Permesta adalah jauh dibawah norma-norma minimal yang lazim. Namun dengan semangat perjuangan '45, prajurit-prajurit kita telah dapat menciptakan hasil-hasil yang membanggakan Negara dan Bangsa.

Usaha-usaha perwakilan-perwakilan kita diluar negeri telah lumayan pula berhasil dalam menggunakan hasil-hasil operasi-operasi didalam negeri, untuk mengurangi jauh kesempatan dan ruang gerak pemberontakan diluar negeri.

Harus diakui, bahwa dimasa yang lalu masih kuranglah koordinasi antara alat-alat Negara dan Kementerian-kementerian, baik didalam negeri maupun diluar negeri, untuk memungkinkan kesempurnaan usaha-usaha keamanan.

Dengan struktur Undang-undang Dasar 1945, dan adanya Menteri-inti Keamanan/Pertahanan, dirancangkanlah untuk menyempurnakan koordinasi tersebut. Usaha-usaha yang disebut ''follow-up'', akan lebih dikoordinir dan lebih diintensivir.

Dalam rangka mengikut-sertakan Rakyat, Pemerintah akan mengintensivir organisasi-organisasi keamanan Rakyat dan wajid-latih bagi pemuda-pemuda dan veteran taraf demi taraf, berdasarkan kemampuan personil dan meteriil untuk pelaksanaannya. Begitu pula tahun ini dimulai dengan milisi darurat diseluruh Indonesia.

Tapi dengan hasil-hasil sekarang, serta program yang ada untuk intensivering, kita harus menghadapi persoalan keamanan ini dalam proporsinya yang sebenarnya. Program Pemerintah adalah untuk melaksanakan keamanan Negara terhadap gerombolan-gerombolan pemberontak dalam 2 a 3 tahun.

Tetapi mengingat sifat gerilya dan anti-gerilya yang berkembang sejak perang dunia yang lalu, maka konsolidasi dan stabilisasi territorial sepenuhnya bagi keamanan Rakyat yang merata, mungkin masih memerlukan waktu yang lebih lama. Pula oleh karena usaha ini tidak akan lepas daripada perkembangan politik, sosial dan ekonomi dalam keseluruhannya.

Dalam keadaan serba sulit menghadapi pemberontakan P.R.R.I./Permesta ini, kita toh telah berhasil pula memodernisir A.P.R.I. dengan lumayan. Bagi A.L.R.I. kita telah mencapai kekuatan sampai 10 kali, dan bagi A.U.R.I. sampai 6 a 7 kali, daripada dahulu. Angkatan Darat kita mulai dengan lumayan pula memperbaharui alat-alat tuanya warisan Belanda dahulu.

Pembangunan Kepolisian Negara dilanjutkan pula, dan koordinasi dengan militer disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah mengenai militerisasi Kepolisian Negara, khususnya Mobrig. Dalam pelaksanaan keamanan Negara dan Rakyat, kita tak boleh lupa bahwa penertiban dan penyehatan alat-alat kekuasaan Negara itu sendiri adalah syarat mutlak.

Kita harus lebih giat dan lebih effektif lagi berusaha untuk menertibkan dan meng-effisiensikan apparatur-apparatur Negara, personil militer dan sipil baik teknis maupun ideologis, untuk mempertinggi disiplin dan produktivitet kerjanya.

''Operasi Sedar'' dan ''Operasi Effisiensi Kerja'' harus kita lancarkan dalam tubuh alat-alat Negara sendiri, tanpa ragu-ragu. Operasi-operasi ini adalah syarat utama untuk tugas keamanan Negara dan Rakyat. Operasi-operasi ini adalah retooling pula.

Ketiga pasal Program Kabinet Kerja adalah tidak dapat dipisah-pisah, dan dalam rangka itu tenaga-tenaga A.P.R.I. juga sebanyak mungkin disumbangkan dibidang produksi, distribusi, pembangunan dan kesejahteraan Rakyat.

A.P.R.I. bukan tentara yang berdiri terpisah daripada Rakyat. A.P.R.I. adalah sebagian daripada Rakyat. A.P.R.I. tumbuh dari Revolusi sebagai bagian daripada Rakyat yang ber-Revolusi. Persatuan Rakyat dan tentara adalah satu unsur utama daripada hakiki Negara dan Angkatan Perang kita.

Maka, disamping keperluan khusus keamanan, terutama di daerah-daerah operasi, wewenang Undang-undang Keadaan Bahaya harus dimanfaatkan pula secara bijaksana untuk menerobos kemacetan atau keseratan berbagai usaha Pemerintah, dalam rangka pelaksanaan Program Pemerintah dalam keseluruhannya.

Saudara-saudara ! Dengan programnya yang tampaknya saja amat sederhana, tetapi dengan realitet bahwa ia sebenarnya menghadapi pekerjaan raksasa dan perjuangan raksasa yang multi kompleks sebagai saya uraikan tadi, maka Kabinet Kerja merasa dirinya tak mampu akan mencapai hasil apa-apa, tanpa bantuan daripada Rakyat.

Oleh karena itu, maka Kabinet Kerja merasa dirinya beruntung, bahwa Undang-undang Dasar '45 menentukan bahwa Republik Indonesia harus mempunyai Dewan Pertimbangan Agung, yang ''berkewajiban memberi jawab atas pertanyaan Presiden, dan berhak memajukan usul kepada Pemerintah''.

Oleh karena itu pula, maka Presiden telah membentuk satu Dewan Pertimbangan Agung Sementara, dan malahan telah melantiknya pula pada hari kemarin dulu. Presiden telah membentuk Dewan Pertimbangan Agung Sementara ini atas prinsip perlu-mutlaknya bantuan Rakyat buat segala urusan ke-Negaraan dan ke-Masyarakatan, dan atas sifat-hakekat kepribadian Bangsa Indonesia yang berinti gotong-royong.

Bantuan Rakyat dan gotong-royong ini sejauh mungkin dicorkan oleh Presiden dalam susunan keanggotaan Dewan Pertimbangan Agung Sementara itu : segala aliran-faham, segala golongan, segala corak-fikir yang progressif, dalam rangka Undang-undang Dasar '45 dimasukkan dalam Dewan Pertimbangan Agung Sementara itu.

Demikian pula dalam Dewan Perancang Nasional yang juga sudah dilantik kemarin dulu, demikian pula Insya Allah dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara nanti, demikian pula Insya Allah dalam Front Nasional yang perlu pula dibangunkan. Ini adalah untuk menjamin bantuan Rakyat sepenuhnya, dan ini adalah sesuai dengan kepribadian Bangsa Indonesia, kataku tadi.

Empat belas tahun yang lalu lebih, dizaman Jepang, yaitu sebelum Proklamasi, dalam pidato ''Lahirnya Panca Sila'' sudah saya tandaskan bahwa kepribadian Bangsa Indonesia ialah gotong-royong. Panca Sila adalah penjelmaan kepribadian Bangsa Indonesia itu, dan jika Panca Sila itu ''diperas'', menjadilah ia Tri Sila Ketuhanan-Sosionasionalisme-Sosiodemokrasi, dan jika Tri Sila ini ''diperas'' lagi, menjadilah ia Eka Sila, yaitu Gotong-royong. Gotong-royong yang tidak statis seperti ''kekeluargaan'' saja, tetapi Gotong-royong yang dinamis, Gotong-royong yang berkarya hacancut-taliwanda, Gotong-royong ''Ho-lopis-Kuntul-Baris''.

Ya, Idee ke-Gotong-royongan ini dipegang-teguh dalam pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara dan Dewan Perancang Nasional, dan akan dipegang teguh pula dalam pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara nanti.

Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai saudara-saudara ketahui adalah amat-amat penting sekali, oleh karena ia menurut Undang-undang Dasar '45 ''menetapkan garis-garis besar daripada haluan Negara''. Ia adalah menurut pasal 1 ayat 2 Undang-undang Dasar '45 penjelmaan Kedaulatan Rakyat pengejawantahan daripada Kedaulatan Rakyat, oleh karena pasal 1 ayat 2 itu  berbunyi : ''Kedaulatan adalah ditangan Rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat''.

Ia terdiri dari anggota-anggota D.P.R. ditambah dengan utusan-utusan dari daerah dan golongan. Buat Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara, maka anggota-anggota D.P.R.nya adalah D.P.R. yang sekarang dan anggota-anggota daerah dan anggota-anggotanya harus diangkat oleh Presiden.

Maka jelas dan teranglah bahwa Presiden dalam pengangkatannya itu harus merealisasikan pengumpulan seluruh tenaga-tenaga-daerah dan seluruh tenaga-tenaga golongan yang representatif. Inilah adalah sesuai dengan prinsip ke-Gotong-royongan, dan saya Insya Allah akan pegang teguh prinsip ke-Gotong-royongan itu.

Sudah barang tentu ke Gotong-royongan dalam melanjutkan dan menyelesaikan Revolusi ! Orang-orang yang reaksioner, orang-orang kontra revolusioner, tidak akan saya angkat jadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara itu !

Idee Front Nasional sebenarnya jugalah keluar daripada prinsip Gotong-royong ''Ho-lopis-kuntul baris'' itu. Seluruh tenaga Rakyat harus digalang dan dijadikan satu gelombang tenaga yang maha syakti, menuju kepada terbangunnya satu masyarakat yang adil dan makmur, menuju kepada penyelesaian Revolusi.

Penggalangan itulah tugasnya Front Nasional. Menjadi Front Nasional itu adalah satu hal yang prinsiil fundametil : sebab pembangunan semesta tak mungkin berhasil tanpa mobilisasi tenaga semesta pula, Revolusi tak mungkin berjalan penuh kearah tujuannya tanpa ikut ber-Revolusinya seluruh Rakyat.

Front Nasional nanti diadakan untuk menggalang seluruh ke-Gotong-royongan Rakyat. Front Nasional itulah dus yang harus menggalang semangat dan tenaga latent dikalangan Rakyat dijadikan satu gelombang ''ke-ho-lopis-kuntul-barisan'' untuk menyelesaikan Revolusi.

Oleh karena itulah maka terkandung dalam niat Pemerintah untuk membangunkan Front Nasional itu selekas mungkin, sebagaimana dalam pidato saya dihadapan Konstituante 22 April yang lalu saya telah katakan bahwa ''Pembentukan Front Nasional baru terutama dimaksudkan untuk mengadakan alat penggerak masyarakat secara demokratis, yang diperlukan pertama-tama dibidang pembangunan''.

Saudara-saudara ! Kemarin dulu saya pun telah melantik Bapekan : ''Badan Pengawas Kegiatan Aparatur Negara''. Tugasnya jelas : ''mengawasi Kegiatan Aparatur Negara''. Sebagai saya katakan tadi, kita menjalankan dan akan menjalankan retooling disegala aparatur Negara, baik vertikal maupun horizontal.

Aparatur Negara yang retooled ini harus diawasi dalam pekerjaannya, harus dikontrol, diteliti, diamat-amati, agar supaya terjamin effisiensi kerja yang maksimal. Tidak boleh lagi sesuatu aparatur Negara tak lancar karena memang salah organisasinya, dan tidak boleh lagi orang bekerja pada aparatur Negara dengan secara lenggang-kangkung, malas-malasan, ngantuk, atau mementingkan kepentingan sendiri dengan jalan korupsi waktu atau korupsi uang. Dalam Revolusi tidak ada tempat bagi orang-orang yang demikian itu.

Telah saya lantik pula Dewan Perancang Nasional dengan anggotanya yang berasal dari seluruh tanah air Indonesia antara Sabang dan Merauke, untuk merancangkan pola masyarakat yang adil dan makmur. Garis-garis besar daripada pembuatan pola itu Insya Allah akan saya ucapkan dalam amanat pada pembukaan sidangnya yang pertama.

Pokok dari segala pokok daripada tugas Dewan Perancang Nasional ialah, bahwa ia harus membuat blueprint daripada suatu masyarakat Indonesia yang berkeadilan sosial, suatu masyarakat Indonesia sebagai yang dimaksudkan oleh mukaddimah Undang-undang Dasar, dan pasal 33 Undang-undang Dasar, suatu masyarakat Indonesia yang betul-betul adil dan makmur, betul-betul makmur dan adil pula.

Tidak Dewan Perancang Nasional disuruh membuat pola masyarakat Indonesia yang makmur tetapi tidak adil; tidak Dewan Perancang Nasional harus membuat blueprint yang adil tetapi tidak makmur. ''Tata-tentrem-kerta-raharja, gemah-ripah loh-jinawi, subur kang sarwa tinandur, murah kang sarwa tinuku'', itulah harus jels tampak nanti dalam pola Dewan Perancang Nasional itu !

Dan jika kalau nanti pola Dewan Perancang Nasional itu sudah diterima oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, maka jadilah ia Pola Nasional, yang harus kita laksanakan dengan meng''-ho-lopis-kuntul-baris''-kan seluruh tenaga Rakyat, seluruh sarana-sarana Bangsa yang telah retooled, seluruh semangat dan daya kerja yang berada diantara Sabang dan Merauke.

''Lir gabah den interi'' kita semua harus melaksanakan pola Dewan Perancang Nasional itu. Mendakilah kita sesudah mengalami Purgatorio kini, kepuncaknya Gunung Paradiso yang telah sekian lamanya melambai-lambai. Saudara-saudara ! Saya telah mendekati akhirnya pidato saya ini. Sekarang dengarkanlah dengan seksama apa yang saya katakan :

Kita sekarang sudah kembali lagi kepangkuan Undang-undang Dasar 1945. Perlu saya tegaskan disini, bahwa Undang-undang Dasar 1945 dalam Revolusi kita ini tidak pernah gugur tidak pernah tewas, sehingga berlakunya kembali Undang-undang Dasar 1945 itu hanyalah satu pernyataan resmi saja yang bernama ''Dekrit Presiden''.

Undang-undang Dasar 1945 tidak pernah mati melainkan hanya terpaksa berbaring diam diatas ombang-ambingnya  gelombang Renville, gelombang Linggarjati, gelombang K.M.B., gelombang konstitusi Republik Indonesia Serikat dan konstitusi 1950, gelombang Uni Indonesia-Belanda, yang semuanya telah hilang amblas berkat semangat kepatriotan Bangsa Indonesia dan tenaga perjuangan Rakyat Indonesia.

Demikian pula maka Demokrasi-liberal yang dilahirkan sebagai buih daripada gelombang-gelombang kompromis yang jahat itu, dan yang membendung dan mengacau Revolusi Indonesia itu, kini telah ditiup-lenyap oleh semangat kepatriotan dan tenaga perjuangan Rakyat Indonesia itu, dan mulailah kini dikibarkan bendera Demokrasi Terpimpin, milik asli daripada Bangsa Indonesia.

Saya mengucapkan syukur kepada Tuhanku, Tuhan seru sekalian alam, bahwa jalannya Revolusi Indonesia demikianlah. Meski tersesat sejurus waktu, akhirnya toh telah kembali lagi kepada relnya yang asli. Telah beberapa kali dalam hidup saya ini saya mengguriskan rintisan sebagai sumbangan kepada perjuangan Rakyat Indonesia, dizaman kolonial sebelum Perang Dunia yang ke II, di Pegangsaan Timur, di Bangka, di Jogja, di Jakarta.

Kini datanglah saatnya saya memberi kerangka yang tegas kepada semua rintisan-rintisan yang telah saya guriskan itu. Adalah tiga seginya kerangka bagi rintisan-rintisan itu yang selalu saja kembali dalam renungan saya tiap kali saya memandang wajah Rakyat jelata Indonesia, tiap kali saya melihat kecantikan alam tanah airku, tiap kali saya mengadakan perjalanan mengedari bumi, tiap kali saya menengadahkan muka diwaktu malam dan melihat bintang-bintang abadi berkumelip diangkasa raya.

Apakah tiga segi kerangka itu ?

Kesatu : Pembentukan satu Negara Republik Indonesia yang berbentuk Negara-Kesatuan dan Negara-Kebangsaan yang demokrasi dengan wilayah kekuasaan dari Sabang sampai Merauke.

Kedua : Pembentukan satu masyarakat yang adil dan makmur materiil dan spirituil dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia itu.

Ketiga :  Pembentukan satu persahabatan yang baik antara Republik Indonesia dan semua negara didunia, terutama sekali dengan negara-negara Asia-Afrika, atas dasar hormat-menghormati satu sama lain dan atas dasar bekerja bersama membentuk satu Dunia Baru yang bersih dari imperialisme dan kolonialisme menuju kepada Perdamaian Dunia yang sempurna.

Sebutkanlah saya ini seorang pengelamun atau seorang pemimpin seorang idealis atau seorang ''Schwarmer''. Tetapi tiga segi kerangka tadi itu sekarang telah menjadi tantangan yang nyata bagi kita semua, telah menjadi challenge yang riil, yang tak dapat kita hindari lagi.

Challenge kalau benar kita ingin bahagia; challenge kalau benar kita tidak ingin hancur binasa dimuka bumi ini. Challenge pula, oleh karena kita mau tidak mau dibawa ditarik dihela oleh pergolakan-pergolakan yang sekarang sedang bergelora diseluruh muka bumi, dekat dari sini dan jauh dari sini.

Ada dua macam revolusi hebat sekarang sedang bergolak dimuka bumi ini : Pertama revolusi politis-sosial-ekonomis yang menghikmati tiga-perempat dari seluruh ummat manusia, kedua revolusi teknik-peperangan berhubungan dengan persenjataan thermo-nuclear.

Kedua-dua Revolusi ini menjadi tantangan dan tanggungan seluruh ummat manusia, termasuk ummat Indonesia, menjadi challenge yang seram, satu todongan yang menanyakan hidup atau mati. Kita tak dapat meloloskan diri kita dari todongan ini, dan ummat manusiapun tak dapat meloloskan dirinya dari todongan atau challenge ini.

Mau-tidak-mau kita harus ikut serta, mau-tidak-mau kita harus ikut bertempur ! Dan jika ummat manusia tak bisa menyelesaikan todongannya challenge ini, maka ini berarti hancur binasanya ummat manusia sendiri. Ya, mau-tak-mau kita harus ikut serta ! Dan ikut serta massal ! Dalam abad ke XX ini, dengan iapunya teknik-perhubungan yang tinggi, tiap revolusi adalah revolusi Rakyat, revolusi Massa, bukan sebagai diabad-abad yang lalu, yang revolusi-revolusinya adalah sering sekali revolusinya segundukan manusia atasan saja, ''the revolution of the ruling few''.

Dalam Risalah ''mencapai Indonesia Merdeka'' hampir tiga puluh tahun yang lalu saya sudah berkata : ''Tidak ada satu perubahan besar didalam riwayat dunia yang akhir-akhir ini, yang lahirnya tidak karena massa-aktie. Massa-actie adalah senantiasa menjadi penghantar pada saat masyarakat tua melangkah kedalam masyarakat yang baru. Massa-actie adalah senantiasa menjadi paraji (bidan) pada saat masyarakat tua yang hamil itu melahirkan masyarakat yang baru''.

Dan Revolusi dalam abad ke XX itu menyangkut dengan sekaligus secara berbareng hampir segala bidang daripada penghidupan dan kehidupan manusia. Ia menyangkut bidang politik, dan berbarengan dengan itu juga menyangkut bidang ekonomi, dan berbarengan dengan itu juga menyangkut bidang sosial, dan berbarengan dengan itu juga menyangkut bidang kebudayaan, dan berbarengan dengan itu juga menyangkut bidang kemiliteran, dan demikian seterusnya.

Tidak seperti diabad-abad yang lampau, dimana revolusi-revolusi adalah seringkali revolusi politik tok, atau revolusi ekonomi tok, atau revolusi sosial tok, atau revolusi militer, dan karenanya juga dapat dilaksanakan secara bidang-bidang itu tok.

Tetapi revolusi zaman sekarang ? Revolusi zaman sekarang adalah revolusi yang multi-kompleks. Ia adalah revolusi yang simultan. Ia adalah revolusi yang sekaligus ''memborong'' beberapa persoalan. Misalnya Revolusi kita. Revolusi kita ini ya revolusi politik, ya revolusi ekonomi, ya revolusi sosial, ya revolusi kebudayaan, ya revolusi segala macam.

Sampai-sampai ia juga revolusi isi-manusia ! Pernah saya meminjam perkataan seorang sarjana asing, yang mengatakan bahwa Revolusi Indonesia sekarang ini adalah ''a summing-up of many revolutions in one generation'', atau ''the revolution of many generation in one''.

Revolusi yang demikian ini tak dapat diselesaikan dengan cara-cara yang konvensionil. Tak dapat ia diselesaikan dengan cara-cara yang keluar dari gudang-apeknya liberialisme. Tak dapat ia selesaikan dengan cara-cara yang tertulis dalam textbooknya kaum sarjana dari zaman baheula. Malah cara-cara yang demikian itu ternyata makin mengkocar-kacirkan dan membencanai revolusi.

Bukan saja di Indonesia orang berpengalaman begitu, tetapi juga pemimpin-pemimpin dinegara-negara lain mulai sedar akan hal itu. Demokrasi Barat dibeberapa negara Asia sekarang sudah dinyatakan mengalami kegagalan. Indonesia hendak menyelesaikan Revolusinya yang multi-kompleks itu dengan sistimnya Demokrasi Terpimpin, demokrasi Indonesia sendiri.

Segala penyelewengan, segala langkah-salah, segala salah-wissel dari masa sesudah 1950, kita koreksi dengan Dekrit Presiden/Panglima Tertinggi 5 Juli 1959, yang memungkinkan juga Demokrasi Terpimpin berjalan.

Terutama kepada pemimpin-pemimpin Bangsa kita saya tandaskan disini, bahwa Revolusi kita ini tidak hanya meminta sumbangan keringat saja yang sebesar-besarnya, atau disiplin yang sekokoh-kokohnya, atau pengorbanan yang seikhlas-ikhlasnya, yang oleh kita pemimpin-pemimpin selalu kita gembar-gemborkan kepada Rakyat !, tetapi juga tidak kurang penting ialah kebutuhan untuk menciptakan atau melahirkan fikiran-fikiran baru dan konsepsi-konsepsi baru justru oleh karena Revolusi kita sekarang ini tak dapat diselesaikan dengan mempergunakan textbook-textbook yang telah usang.

Revolusi kita adalah antara lain menentang imperialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya. Imperialisme apapun dan imperialisme manapun, kita kritik, kita tentang, kita gasak, kita hantam. Meskipun demikian, Revolusi kita tidak ditujukan untuk memusuhi sesuatu bangsa yang manapun juga. Kita mengulurkan tangan-persahabatan kepada semua bangsa di dunia ini, untuk memperkokoh kesejahteraan dunia dan memperkokoh perdamaian dunia.

Teristimewa kepada 2.500.000.000 ummat manusia yang ber-revolusi sekarang ini, tiga perempat lebih dari seluruh penduduk bumi, kita serukan ajakan untuk saling membantu saling memberi inspirasi, saling kasih mengasih dalam menggali konsepsi-konsepsi baru yang dibutuhkan oleh Revolusi semesta sebagai yang saya terangkan dimuka tadi !

Malah untuk menanggulangi revolusi teknik peperangan yang sekarang ini sedang menghantu dipadang persenjataan dan menghintai-hintai laksana syaitan kebinasaan dicakrawala, bantu-membantu antara 2.500.000.000 ummat manusia itu adalah perlu sekali bahkan dasar-dasar daripada ko-eksistensi yang aktif dan kerjasama yang erat antara seluruh ummat manusia yang 3.000.000.000 harus ditanam, terlepas daripada perbedaan-perbedaan didalam lapangan sistim sosial dan sistim politik. Atas dasar ini maka segala percobaan, segala pembikinan, segala pemakaian senjata thermonuclear harus di stop selekas-lekasnya dan dilarang sekeras-kerasnya.

Ya, kapankah ummat manusia ini dapat hidup tenteram sejahtera bersahabat satu sama lain sebagai sama-sama anaknya Adam? Kapankah ummat Indonesia dapat hidup dalam tripokokknya kerangka, yang saban-saban terbayang diangan-angan saya, tiap-tiap kali saya memandang kepada bintang dilangit, Negara Kesatuan, masyarakat adil dan makmur, persahabatan dengan seluruh bangsa.

Alangkah banyaknya kesulitan yang masih kita hadapi ! Tetapi pengalaman yang sudah-sudah membuktikan bahwa kita selalu ''survive'', bahwa dus kita selalu mengatasi kesulitan-kesulitan yang maha besar ! Ya, asal kita tetap bersatu, asal kita tetap berjiwa segar, asal kita tetap menjaga jangan sampai perjuangan kita dihinggapi oleh penyakit-penyakit yang sesat, asal kita tetap berjalan diatas relnya Proklamasi, Insya Allah subhanahu wa ta'ala kita pun akan atasi segala kesulitan yang akan mengadang, kita pun akan ganyang kesulitan yang akan menghalang.

Dengan tenang dan keteguhan hati kita harus onderkennen kesulitan-kesulitan yang mengadang itu dalam segala kewajarannya sendiri-sendiri. Ada kesulitan yang memang disebabkan oleh kesalahan-kesalahan kita dimasa yang lampau, oleh penyelewengan-penyelewengan, oleh ketololan-ketololan yang kita bikin sendiri.

Ada kesulitan yang disebabkan oleh tidak cukupnya modal mental teknis materiil dalam menghadapi persoalan-persoalan Revolusi. Ada kesulitan yang disebabkan oleh naiknya tingkatan penghidupan, oleh kemajuan yang telah kita capai.

Kesulitan golongan yang pertama harus kita atasi dengan koreksi segala kesalahan-kesalahan dizaman yang lampau. Kesulitan golongan kedua harus kita atasi dengan memperhebat usaha pemupukan modal mental teknis materiil. Kesulitan golongan ketiga harus kita atasi dengan mencapai kemajuan yang lebih maju lagi !

Ya, kemajuan dalam penghidupan masyarakat pun membawa kesulitan ! Sejuta anak bersekolah menjadi 9 juta anak bersekolah, itu mendatangkan persoalan dan kesulitan. Rakyat dulu memakai lampu cempor, sekarang memakai lampu tempel, malahan kadang-kadang memakai lampu stormking, itupun mendatangkan persoalan dan kesulitan.

Rakyat dulu berjalan kaki, sekarang naik sepeda dan opelet, itupun mendatangkan persoalan dan kesulitan. Rakyat dulu 70 juta yang naik kereta api setiap tahun sekarang 160 juta naik kereta api setiap tahun itupun mendatangkan persoalan dan kesulitan.

Tetapi sebagai saya katakan tadi, denga jiwa besar marilah kita gayang semua persoalan-persoalan dan kesulitan-kesulitan itu. Kita bukan bangsa yang tempe, kita adalah Bangsa yang Besar, dengan ambisi yang besar, cita-cita yang besar, daya kreatif yang besar, keuletan yang besar.

Kita sekarang dengan kembali kepada Undang-undang Dasar '45 sudah menemukan kembali Jiwa Revolusi, sudah mencapai sesuatu momentum mental, yang memungkinkan kita bergerak maju terus dengan cepat untuk mencapai suatu momentum pula dibidang pembangunan-semesta untuk merealisasikan cita-cita sosial-ekonomis daripada Revolusi. Hancur-leburlah segala rintangan dan kesulitan oleh geloranya momentum mental itu.

Sebab oleh tercapainya momentum mental dengan kembali kita kepada Undang-undang Proklamasi dan Jiwa Proklamasi itu, maka menghebatlah Semangat Nasional menjadi Kemauan Nasional yang maha syakti, dan menghebat lagilah Kemauan Nasional itu melahirkan Perbuatan-perbuatan Nasional yang membangun dan menghancur leburkan segala rintangan dan segala kesulitan yang menghalangi jalan.

Triologi yang saya dengungkan tiga puluh tahun yang lalu, triologi nationale geest menghebat menjadi nationale wil, nationale wil menghebat menjadi nationale daad, triologi itu kini menjelma menjadi kenyataan, oleh tercapainya momentum mental sejak keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

''Sekali lagi saya katakan'', demikianlah penutupan pidato saya dimuka Sidang Konstituante 22 April yang lalu, ''dan ini saya katakan untuk zelf-educatie kita sendiri, kesulitan-kesulitan kita tidak akan lenyap dalam tempo satu malam.

Kesulitan-kesulitan kita hanya akan dapat kita atasi dengan keuletan seperti keuletannya orang yang mendaki gunung. Tetapi : Berbahagialah sesuatu bangsa, yang berani menghadapi kenyataan demikian itu ! Berani menerima bahwa kesulitan-kesulitannya tidak akan lenyap dalam tempo satu malam, dan berani pula meyingkilkan lengan-bajunya untuk memecahkan kesulitan-kesulitan itu dengan segenap tenaganya sendiri dan segenap kecerdasannya sendiri.

Sebab bangsa yang demikian itu, bangsa yang berani menghadapi kesulitan-kesulitan, bangsa yang demikian itu akan menjadi bangsa yang gemblengan. Bangsa yang Besar, bangsa yang Hanyakrawati-hambaudenda. Bangsa yang demikian itulah hendaknya Bangsa Indonesia!''

Ya, Bangsa yang demikian itulah hendaknya Bangsa Indonesia ! Maka gelorakanlah Semangat Nasionalmu ! Gelorakanlah rangsang Kemauan Nasionalmu ! Gelorakanlah rangsang Perbuatan-Perbuatan Nasionalmu ! Dan, engkau, hai Bangsa Indonesia, betul-betul nanti menjadi satu Bangsa yang Gemblengan !

Baca juga selanjutnya di bawah ini :

Post a Comment for "Penemuan revolusi kita (Soekarno)"