Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Perkembangan Gerakan Non Blok (GNB) dan Peranan Indonesia

Perkembangan Gerakan Non Blok (GNB) dan Peranan Indonesia 

Non Blok (non aligned) merupakan suatu pandangan politik luar negeri suatu negara yang bebas menentukan jalan politiknya sendiri tanpa mengikutsertakan atau tergantung kepada salah satu Blok yang saling bertentangan.

Tujuan utama dari pandangan ini adalah untuk meredakan ketegangan atau ancaman perang, serta menghindari pertikaian bersenjata antara Blok Barat dan Blok Timur. Landasan keputusannya adalah kebebasan dan ketidaktergantugannya berdasarkan kepentingan nasional dan internasional.

Perkembangan Gerakan Non Blok (GNB) dan Peranan Indonesia

1). Latar Belakang Berdirinya GNB.

a. Pada tahun 1955 berlangsung Konferensi Asia Afrika di Bandung yang dihadiri oleh negara-negara yang pernah mengalami penjajahan. Berangkat dari pengalaman itu mereka sepakat menggalang solidaritas untuk mengenyahkan kolonialisme dalam segala bentuknya dan mereka menentukan sikap bersama terhadap perang dingin.

Oleh karena itu dirasakan perlu membentuk organisasi yang tidak terikat kepada salah satu blok yang sedang terlibat perang dingin.

b. Pada tahun 1961 ketegangan antara Blok Barat dan Blok Timur semakin memuncak. Blok Timur membangun tembok yang membelah kota Berlin. Masih pada tahun yang sama timbul krisis di Kuba setelah Uni Soviet membangun pangkalan rudal di negara itu. Ketegangan tersebut ikut memicu terbentuknya GNB.

c. Pada tahun 1961 berlangsung pertemuan persiapan KTT I GNB di Kairo. Pertemuan itu berhasil mengangkat 5 prinsip yang menjadi dasar GNB, di mana kelima prinsip itu memuat dua hal yang menjadi perhatian utama GNB, yaitu kolonialisme dan superpower. Adapun kelima prinsip tersebut adalah :

1. Tidak berpihak terhadap persaingan antara Blok Barat dan Blok Timur.
2. Berpihak terhadap perjuangan anti kolonialisme.
3. Menolak ikut serta dalam berbagai bentuk aliansi militer.
4. Menolak aliansi bilateral dengan negara super power.
5. Menolak pendirian basis militer negara super power di wilayah masing-masing.

2). Sejarah Berdirinya GNB

Bila dilihat dari perspektif sejarah maka GNB merupakan kelanjutan dari proses anti kolonialisme. Hal itu terjadi karena para pendiri GNB pada umumnya telah memimpin gerakan nasionalisme di negaranya masing-masing dan pada umumnya mereka berasal dari negara Asia - Afrika yang merdeka antara tahun 1945-1960.

Perjuangan tersebut telah mendorong rakyat bekas jajahan untuk menyadari bahwa mereka berdiri pada akhir suatu era kegelapan dan sedang menatap era baru sejarah yang penuh harapan, walaupun ada kecemasan dalam menghadapi tantangan dan ancaman baru.

Mereka melihat pada sejarah kejayaan masa lampau untuk memupuk keberanian dan merenda identitas,  dan pada sisi lain mengharapkan masa depan yang cerah dengan merumuskan persamaan tantangan baru di antara negara-negara yang senasib tersebut, yaitu cara-cara mencapai perdamaian, kemakmuran, dan kemajuan.

GNB merupakan produk yang alami dari perjuangan kemerdekaan dan telah mendapatkan momentum setelah Perang Dunia II melahirkan dua blok yang saling bertentangan. Kelahiran dua blok tersebut jelas mengancam prinsip kebebasan untuk menentukan masa depannya sendiri sehingga hal tersebut mendorong negara-negara yang baru merdeka untuk memberikan solusi yang cerdas berupa GNB.

Konferensi Asia Afrika (KAA) dianggap sebagai pendahulu bagi berdirinya GNB tersebut. Walaupun KAA bukanlah konferensi GNB, tetapi konferensi itu telah menghasilkan prinsip-prinsip perdamaian, kerjasama internasional, kebebasan/kemerdekaan, dan hubungan antar bangsa dan negara.

Kesemua prinsip tersebut sangat diperlukan untuk menata dunia yang adil. Presiden Tito dari Yugoslavia yang memisahkan diri dari USSR di bawah Stalin pada tahun 1948 merasa tertarik dengan politik non blok dan mengunjungi negara-negara sponsor gerakan tersebut seperti Republik Persatuan Arab (Mesir), India, Indonesia, Myanmar, dan Ghana.

Ketika Tito berkunjung ke Mesir, dia mengadakan pembicaraan dengan Presiden Gamal Abdul Nasser di mana keduanya sepakat untuk menyelenggarakan semacam konferensi negara-negara non blok. Pada saat itu dirasakan sulit untuk menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika ke-2 karena negara-negara yang hadir di KAA di Bandung 1955 terbelah menjadi negara non blok dan negara pro blok.

Kemudian Tito, Nasser, dan Nehru mengadakan pertemuan di Broni pada tahun 1956. Mereka kemudian mengadakan pertemuan dengan Presiden Soekarno (Indonesia) dan Presiden Nkrumah (Ghana) pada bulan September 1960 ketika menghadiri pembukaan Sidang Umum PBB di New York.

Hal itu diikuti dengan pertemuan persiapan bagi konferensi GNB di Kairo pada Juni 1961, di mana berhasil memutuskan kriteria negara yang akan diundang dan 5 prinsip GNB.

3). Peran Aktif Indonesia dalam GNB

Peranan penting Konferensi Asia Afrika tahun 1955 bagi pembentukan Gerakan Non Blok menunjukan keterlibatan Indonesia dalam gerakan itu sejak masih dalam gagasannya. Indonesia pun terlibat aktif dalam persiapan penyelenggaraan KTT I GNB di Beograd, Yugoslavia.

Dengan demikian Indonesia termasuk perintis dan pendiri GNB . Keikutsertaan Indonesia dalam GNB sejak awal disebabkan oleh kesesuaian prinsip gerakan dengan politik  luar negeri bebas aktif. Indonesia berkeyakinan, perdamaian hanya mungkin tercipta dengan sikap tidak mendukung pakta militer .

Soekarno sangat mendukung GNB karena pada waktu itu dia sedang menggalang kekuatan negara-negara baru atau New Emerging Forces (Nefos) untuk membebaskan Irian Barat yang masih diduduki Belanda, di mana Soekarno sudah tidak percaya dengan perundingan diplomasi dengan pihak Belanda.

Tokoh Penggagas :  Presiden Soekarno (Indonesia), Presiden Josep Broz Tito (Yugoslavia), Presiden Gamal Abdul Nasser (Mesir), PM Pandit Jawaharlal Nehru (India), Presiden Kwame Nkrumah (Ghana), adapun serangkaian KTT GNB adalah sebagai berikut :

KTT I GNB 1-6 September 1961 di Beograd, Yugoslavia

Negara-negara yang diundang harus memiliki kriteria : melaksanakan politik bebas berdasarkan konsistensi damai, tak terikat, dan memperlihatkan usaha mendukung politik tersebut. Secara konsisten mendukung gerakan-gerakan kemerdekaan.

Bila telah mengizinkan basis militer konsensi-konsensi ini harus tidak dibuat dalam kaitan dengan pertikaian negara-negara adi kuasa. Bila memiliki bentuk-bentuk organisasi pertahanan bilateral atau regional, harus bukan merupakan bagian dari rangkaian konflik negara-negara adi kuasa.

Ketika konferensi berlangsung ada 25 negara yang hadir, yaitu : Afganistan, Aljazair, Birma, Kamboja, Sri Langka, Kongo, Kuba, Cyprus, Ethiopia, Ghana, Guinea, India, Indonesia, Irak, Libanon, Mali, Maroko, Nepal, Saudi Arabia, Somalia, Sudan, Tunisia, Rep. Arab, Persatuan (Mesir), Yaman, Yugoslavia.

Brazilia, Bolivia dan Equador hanya mengirimkan utusan sebagai pengamat. Negara-negara Eropa menampik undangan karena takut akan mengurangi kadar netralitas yang dianutnya. Sementara Uni Soviet (khushchev) kurang mendukung konferensi tersebut karena usulnya di PBB pada tahun 1960 yang menyangkut posisi Sekjen PBB ditolak oleh negara-negara Non Blok.

Campur tangan Uni Soviet di Kongo juga mendapatkan kecaman pedas dari peserta konferensi. Dalam KTT I Presiden Soekarno sedang gencar-gencarnya memperkenalkan konsep konfrontasi atas dasar solidaritas. Konfrontasi bertujuan untuk membebaskan dunia dari eksploitas bangsa terhadap bangsa yang lain.

Soekarno membagi dunia menjadi dua kelompok yang saling bertentangan yaitu Old Established Forces (Oldefo) yang meliputi negara-negara Blok Barat dan Blok Timur; dan kelompok negara-negara yang sedang berkembang atau yang disebut dengan New Emerging Forces (Nefos).

Negara-negara GNB harus bersatu melawannya secara bersama-sama kekuatan Oldefos sehingga keadilan dapat ditegakkan. Gagasannya tersebut telah disampaikan dalam pidatonya di depan Majelis Umum PBB pada 30 September 1960, dengan judul ''Membangun Dunia Baru''.

Dalam konferensi tersebut terdapat dua kelompok negara yang terdapat dalam tubuh GNB. Kelompok yang pertama , mencakup kebanyakan negara-negara Asia serta Maroko, Ethopia, dan Cyprus.

Mereka menginginkan agar konferensi dapat secara realitas melihat dan mengatasi masalah yang sedang dihadapi dunia seperti perang dingin, perlombaan senjata, di mana hal tersebut sangat diperlukan untuk mempertahankan dan mencapai situasi damai.

Imperialisme dan kolonialisme sudah berlalu. Kelompok kedua, mencakup negara-negara Afrika yang tergabung dalam kelompok Casablanca, dan Indonesia. Mereka menyerukan semangat anti Barat , anti kolonialisme dan imperialisme karena masa penjajahan masih berlangsung maka perdamaian dunia tidak mungkin dapat dicapai.

Perbedaan pendapat antara kedua kelompok tersebut diatas sebenarnya merupakan perbedaan antara Indonesia (Soekarno) dan India (Nehru). Pada akhirnya terdapat dua hal utama yang merupakan hasil yang berlandaskan pada dua pendapat dari masing-masing kelompok yang berbeda yakni : Pertama, pernyataan mengenai bahaya perang dan tuntutan akan perdamaian.

Kedua, deklarasi pernyataan negara-negara Non Blok yang menyangkut berbagai masalah dunia seperti kolonialisme, hubungan internasional, posisi PBB, masalah Jerman, pelucutan senjata berbagai isu perang dingin.

Walaupun terdapat perbedaan tersebut, namun negara-negara Non Blok masih berkeinginan untuk menyelenggarakan konferensi yang kedua yang akan dilaksanakan di Mesir pada tahun 1964. Menjelang penutupan dipilih utusan yang akan membawa hasil konferensi tersebut kepada pimpinan Uni Soviet dan Amerika Serikat.

Presiden Soekarno dan Presiden Kaitan (Mali) terpilih sebagai delegasi ke Amerika Serikat. Presiden Nkrumah dan PM Nehru mendapatkan tugas ke Moskow.

KTT II 5-10 Oktober 1964 di Kairo, Mesir

Konferensi persiapan diselenggarakan di Colombo, Sri Langka pada bulan Maret 1964, atas prakarsa Nasser dan Bandranaike. Berdasarkan konferensi itu diputuskan bahwa masalah yang akan menjadi pembicaraan adalah masalah umum dunia. KTT di hadiri oleh 47 negara dan 10 peninjau.

Memang sejak KTT GNB pertama kali berlangsung di Beograd, telah diputuskan untuk menyelenggarakan KTT GNB secara rutin 3 tahun sekali, namun mengalami kekecualian pada KTT III yang dilangsungkan pada tahun 1970. Sejak itu KTT GNB berlangsung setiap 3 tahun sekali dengan urutan sebagai berikut ;
KTT III berlangsung di Lusaka, Zambia, dari tanggal 8-10 September 1970 dihadiri 53 negara. Hasil KTT terpenting antara lain perlunya upaya meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran negara berkembang.
KTT IV berlangsung di Algiers, Aljazair, dari tanggal 5-9 September 1973 diikuti oleh 85 negara. KTT bertujuan meningkatkan kerjasama dan saling pengertian di antara negara-negara yang sedang berkembang serta berusaha meredakan krisis Timur Tengah dan masalah diskriminasi di Afrika Selatan.
KTT V berlangsung di Colombo, Sri Langka, dari tanggal 16-19 September 1976 dihadiri oleh 94 negara. KTT bertujuan menyelamatkan dunia dari bahaya perang nuklir yang mungkin terjadi, memperkokoh persatuan, dan memajukan negara-negara Non Blok sendiri.
KTT VI berlangsung di Havana, Kuba, dari tanggal 3-9 September 1979 dihadiri oleh 94 negara. KTT bertujuan memperjuangkan bantuan ekonomi bagi negara-negara Non Blok dan menggiatkan peran PBB dalam tata ekonomi dunia baru.
KTT VII berlangsung di New Delhi, India, dari tanggal 7-12 Maret 1983 dihadiri 101 negara. KTT menghasilkan seruan dihapuskannya proteksionisme oleh negara maju dan dukungan terhadap  perjuangan rakyat Palestina.
KTT VIII berlangsung di Harare, Zimbagwe, dari tanggal 1-6 September 1986 dihadiri oleh 101 negara. KTT menghasilkan seruan dihapuskannya politik apartheid di Afrika Selatan dan perdamaian Iran-Irak.
KTT IX berlangsung di Beograd, Yugoslavia, dari tanggal 4-7 September 1989 dihadiri 102 negara. KTT bertujuan memperjuangkan kerjasama dan dialog negara Selatan-Selatan.
KTT X berlangsung di Jakarta, Indonesia, tanggal 6 September 1992 dihadiri 108 negara. KTT bertujuan memperjuangkan rekonsiliasi di sejumlah negara yang mengalami konflik dan menggalang kerjasama Selatan-Selatan serta Utara-Selatan.
KTT XI berlangsung di Cartagena, Kolombia, dari tanggal 16-22 Oktober 1995. KTT bertujuan untuk memperjuangkan restrukturisasi dan demokratisasi di PBB, dihadiri 113 negara.
KTT XII berlangsung di Durban, Afrika Selatan, dari tanggal 1-6 September 1998 dihadiri 113 negara. KTT bertujuan memperjuangkan demokratisasi dalam hubungan internasional.

Baca juga selanjutnya di bawah ini :

Post a Comment for "Perkembangan Gerakan Non Blok (GNB) dan Peranan Indonesia"